Jumat, 02 Desember 2022

Koneksi Antar Materi Modul 1.3

 Filosofi Pendidikan Menurut KHD

Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan bertujuan untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidik itu  hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Peran Pendidik diibaratkan seorang Petani atau Tukang Kebun yang tugasnya adalah merawat sesuai kebutuhan dari tanaman-tanamannya itu agar tumbuh dan berbuah dengan baik, tentu saja beda jenis tanaman beda perlakuanya. Artinya bahwa kita seorang pendidik harus bisa melayani segala bentuk  kebutuhan metode belajar siswa yang berbeda-beda (berorientasi pada anak). Kita harus bisa memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan ide, berfikir kreatif, mengembangkan bakat/minat siswa (merdeka belajar), tapi kebebasan itu bukan berarti kebebasan mutlak, perlu  tuntunan dan arahan dari guru supaya anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.

KHD menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan isi dan irama. Artinya bahwa setiap anak sudah membawa sifat atau karakternya masing-masing, jadi sebagai guru kita tidak bisa menghapus sifat dasar tadi, yang bisa dilakukan adalah menunjukan dan membimbing mereka agar muncul sifat-sifat baiknya sehingga menutupi/mengaburkan sifat-sifat jeleknya. Kodrat zaman bisa diartikan bahwa kita sebagai guru harus membekali keterampilan kepada siswa sesuai zamannya agar mereka bisa hidup, berkarya dan menyesuaikan diri. Dalam konteks pembelajaran Kalau sekarang ya kita harus bekali siswa dengan kecakapan Abad 21Budi pekerti juga harus menjadi bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pengajaran yang kita lakukan sebagai guru. Guru harus senantiasa memberikan teladan yang baik bagi siswa-siswanya dalam mengembangkan budi pekerti. Di Sekolah kita bisa tanamkan nilai-nilai budi pekerti/akhlak mulia pada anak melalui kegiatan pembiasaan.

NILAI DIRI DAN PERAN GURU PENGGERAK

Nilai diri yang diharapkan ada pada Guru Penggerak adalah Mandiri, Reflektif, Inovatif, Kolaboratif, dan Berpihak Pada Murid.

Sedangkan peran dari seorang guru penggerak adalah sebagai pemimpin perubahan baik di kelas, sekolah, atau komunitas lainnya yang berhubungan. Mampu menggerakan orang lain.

 VISI GURU PENGGERAK

Visi adalah tujuan, harapan atau cita-cita yang ingin dicapai. Seorang guru penggerak harus bisa merumuskan dan membuat VISI yang berpihak pada murid untuk mewujudkan murid merdeka, lingkungan yang aman dan nyaman untuk muridnya di sekolah. Seorang guru penggerak harus bisa melibatkan semua warga sekolah dan pemangku kepentingan dalam menyusun visinya serta melaksanakannya secara bersama-sama. Kemudian melakukan evaluasi bersama juga.

Sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara hendaknya kita dalam membuat visi berpijak pada kekuatan dan hal-hal positif yang ada pada anak sesuai kodrat alam dan zamannya. Juga sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada. Salah satu hal mendasar dalam sebuah visi adalah perubahan.

Salah satu pendekatan untuk melakukan perubahan bisa kita capai menggunakan paradigma Inkuiri Apresiatif (IA). IA dikenal sebagai model manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. IA pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider.

5 Tahapan Inkuri Apresiatif kita kenal dengan sebutan BAGJA, BAGJA adalah akronim dari Buat Pertanyaan Utama (Define), Ambil Pelajaran (Discover), Gali Mimpi (Dream), Jabarkan Rencana (Design), dan Atur Eksekusi (Deliver).


Visi saya adalah : Terwujudnya Generasi yang Berahlak Mulia dan Berprestasi Optimal.


Selasa, 15 November 2022

Demonstrasi Kontekstual - Modul 3.3 - Pengelolaan Pragram yang Berdampak Positif Pada Murid

 Demonstrasi Kontekstual - Modul 3.3 
Pengelolaan Pragram yang Berdampak Positif Pada Murid


Oleh : Moh. Dasuki, S.Pd.I

CGP angkatan 5 Pamekasan

Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP dapat mengembangkan ide dari ruang kolaborasi menjadi sebuah prakarsa perubahan dalam bentuk rencana program/kegiatan yang memanfaatkan model manajemen perubahan BAGJA. 

 Dasar filosofi KHD

 "Maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk perikehidupan bersama adalah memerdekakan manusia sebagai anggota persatuan (rakyat)"

 POIN KOMPONEN PROFIL PELAJAR PANCASILA YANG DIKEMBANGKAN

Beriman, bertakwa dan berakhlak mulia. Menumbuh kembangkan kepemimpinan murid akan mendorong murid untuk mengembangkan berbagai sikap- sikap positif yang merupakan pengejawantahan dari iman, ketakwaan dan akhlak mulia.

Mampu bergotong royong. Kepemimpinan murid memungkinkan murid untuk terlibat dan berinteraksi dengan oranglain, bekerja sama dan berkontribusi dalam masyarakat yang lebih luas.

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PENDUKUNG TUMBUHNYA KEPEMIMPINAN MURID YANG AKAN DIKEMBANGKAN

Lingkungan yang mengembangkan keterampilan berinterkasi social secara positif, arif dan bijaksana, dimana murid akan menjunjung tinggi nilai- nilai social positif yang berbasis pada nilai- nilai kebajikan yang dibangun oleh sekolah.

PRAKARSA PERUBAHAN

Menguatkan interaksi social antara murid dan lingkungannya secara positif, arif dan bijaksana melalui program "TUBERLING" (Sabtu Bersih Lingkungan)

Selasa, 08 November 2022

Koneksi Antar Materi Modul 3.2 - Peminpin Dalam Pengelolaan Sumeber Daya

 KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2

PEMINPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA


    Ekosistem adalah keadaan khusus tempat komunitas suatu organisme hidup dan komponen organisme tidak hidup dari suatu lingkungan yang saling berinteraksi. Konsep ekosistem ini sering dibicarakan di Biologi, ekosistem berkaitan dengan ekosistem laut, ekosistem di padang pasir, ekosistem di stepa. Ekosistem adalah keadaan khusus tempat komunitas yang biotik dan abiotik yang saling berinteraksi, berkesinambungan. Masing-masing komponen dalam suatu ekosistem berkontribusi dalam interaksi yang erat untuk menyediakan bahan yang diperlukan untuk kelangsungan hidup mereka. Mulai dari cahaya matahari, air, hewan, tumbuhan, dan sumber energi lainnya semuanya memberikan kontribusi terhadap ekosistem. Konsep ekosistem sekarang ini maknanya menjadi lebih lua. Sebuah organisasi atau komunitas sekarang disebut sebagai ekosistem.

    Ekosistem di sekolah meliputi sumber daya biotik dan abiotik. Faktor-faktor biotik yang ada di ekosistem sekolah sebagai berikut: (1) murid, (2) kepala sekolah, (3) guru, (4) staf tata usaha/tenaga kependidikan, (5) pengawas sekolah, (6) orang tua peserta didik; dan (7) masyarakat sekitar sekolah. Selain faktor-faktor biotik, ada juga faktor-faktor abiotik juga memiliki kontribusi untuk kelangsungan proses pendidikan di sekolah, adalah :(1) keuangan; (2) sarana dan prasarana sekolah.

     Di dalam mengelola sumber daya yang ada di ekosistem sekolah, seorang pemimpin harus mampu memanfaatkan dan mengelola sumber daya yang ada. Ada dua pendekatan yang bisa digunakan dalam mengelola sumber daya tersebut diantaranya:

(1) Pendekatan berbasis masalah/ kekurangan (deficit based thingking), dimana pendekatan ini berfokus dan berkutat pada masalah utama dan isu, mengidentifikasi kebutuhan dan kekurangan, fokus mencari bantuan dari orang lain, dan fokus membicarakan kelemahan. Pendekatan ini memilki kelemahan, kita tidak menyadari adanya potensi atau kekuatan yang dimiliki karena berpusat pada kelemahan dan kekurangan.

(2) Pendekatan berbasis kekuatan/aset (asset based thingking), pendekatan ini berfokus pada asset dan kekuatan, membayangkan masa depan, berpikir tentang kesuksesan yang diraih dan kekuatan untuk mencapai kesuksesan tersebut, mengkoordinir kompetensi yang di miliki dan sumber daya (aset dan kekuatan), merancang dan melaksanakan rancangan aksi yang sudah diprogramkan sesuai berdasarkan visi dan kekuatan, dilakukan dengan alur BAGJA.

     Sebagai pemimpin dalam pengelolaan sumber daya haruslah menggunakan pendekatan yang berpusat pada aset dan kekuatan yaitu asset based thingking atau pendekatan berbasis kekuatan aset (PBKA). Pendekatan ini menekankan menyelesaikan tantangan yang dihadapi dengan bermodalkan dan berfokus pada potensi aset/ sumber daya yang dimiliki suatu komunitas yang identifikasi berdasarkan 7 modal utama yang ada di komunitas. Ada 7 modal utama yang ada dalam sebuah komunitas yakni: modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal agama dan budaya, modal lingkungan/alam, modal finansial, dan modal politik. Dari ketujuh aset utama tersebut bisa dikelola dengan baik berdasarkan kekuatan dan potensi dengan berbasis kekuatan aset, akan lebih berdaya guna dan berkelanjutan.

 Keterkaitan Materi

 Keterkaitan materi terwujud dalam kesimpulan tentang pengelolaan sumber daya berikut ini.

 Pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya merupakan upaya mengelola segala kekuatan dan potensi yang ada melalui tuntunan, sehingga murid bisa bertumbuh dengan bahagia menjadi manusia seutuhnya sesuai kodrat, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat.

     Dari kesimpulan di atas, terdapat beberapa kata kunci yang menghubungkan materi pengelolaan sumber daya dengan materi lainnya. Kata-kata kunci ditunjukkan dengan cetak tebal dalam kesimpulan di atas, yaitu kekuatan dan potensi, tuntutan, murid, bertumbuh, bahagia, manusia seutuhnya, kodrat, dan anggota masyarakat.

  Keterkaitan Materi

 Modul 3.2

 Kekuatan dan Potensi merupakan pemimpin pengelolaan sumber daya itu sendiri. Sekolah bisa menggali kekuatan dan potensi melalui pikiran positif terhadap sumber daya yang ada. Membutuhkan kreativitas dalam mengelola kekurangan sebagai kekuatan.

 Modul 3.1

 Mengelola menunjukkan keterkaitan materi pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya dengan materi Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran. Sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu mengambil keputusan tepat terkait pengelolaan sumber daya yang ada di sekolah. Dengan pengambilan keputusan yang tepat, maka pengelolaan sumber daya juga akan tepat. Selain itu, sumber daya dapat dimanfaatkan dengan pengambilan keputusan terkait strategi pemanfaatan yang tepat pula.

 Modul 2.3

 Melalui Tuntunan menunjukkan keterkaitan materi pemimpin pengelolaan sumber daya dengan coaching. Hal ini contohnya dapat terlihat pada upaya sekolah dalam menggali kekuatan dan potensi murid sebagai modal manusia. Banyak hal bisa dilakukan. Di antaranya, yaitu kemampuan murid dalam menyelesaikan masalahnya sendiri melalui penggalian potensi diri melalui tuntunan guru.

 Modul 1.1

 Murid merupakan perwujudan dari anak-anak yang dipelajari dalam materi Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Dengan berpedoman pada filosofi ini, pengelolaan aset akan lebih tepat sasaran. Hal ini akan mengarahkan pengelolaan aset berpusat pada murid. Sebagai contoh, yaitu terkait upaya mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan bagi murid.

 Modul 1.3

     Bertumbuh menunjukkan keterkaitan dengan materi visi guru penggerak. Dalam kaitannya dengan materi ini, visi menjadi dasar dalam pengelolaan sumber daya. Dengan memiliki visi yang jelas akan memudahkan dalam menentukan aset yang akan terlebih dahulu dikelola dan diimplementasikan di kelas, sehingga murid bisa terus bertumbuh.

 Modul 2.2

     Bahagia merupakan bagian dari emosi manusia. Hal ini menunjukkan keterkaitan dengan materi Pembelajaran Sosial dan Emosional. Dengan adanya rasa bahagia, proses pengelolaan sumber daya akan lebih ringan terasa. Tidak akan ada rasa terbebani dalam mengelola dan mengimplementasikannya.

Modul 1.2

     Manusia berkaitan dengan materi nilai dan peran guru penggerak. Nilai guru penggerak memberikan pengaruh nyata terhadap pengelolaan sumber daya. Sebagai contoh nilai mandiri, guru penggerak secara mandiri dapat mengembangkan diri untuk mengelola sumber daya yang ada.

 Modul 1.4

    Seutuhnya mengacu pada budaya positif di sekolah. Ada harapan tercipta budaya positif di lingkungan sekolah dengan pengelolaan sumber daya seutuhnya. Sebagai contoh, yaitu pengelolaan murid sebagai modal manusia dalam membuat kesepakatan kelas. Adanya budaya positif pembuatan kesepakatan kelas di sekolah pada akhirnya akan mampu membuat murid berkembang seutuhnya.

 Modul 2.1

         Kodrat berkaitan dengan materi pembelajaran berdiferensiasi. Pengelolaan aset terkait erat dengan hal ini. Implementasi materi pengelolaan sumber daya ini menyesuaikan dengan kebutuhan murid. Sebagai contoh adalah perubahan mewujudkan lingkungan kelas yang menyenangkan bagi murid. Untuk bisa mengimplementasikan harus mempertimbangkan potensi murid.

     Sebelum mempelajari modul 3.2 tentang pemimpin sebagai pengelola sumber daya, saya memiliki paradigma pengelolaan aset berdasarkan kelemahan sehingga keunggulan atau potensi yang ada yang tidak terkelola dengan baik. Hal ini mengakibatkan saya mengalami kesulitan dalam memanfaatkan sumber daya yang ada untuk kepentingan murid karena saya lebih sering terfokus pada masalah yang dihadapi. Saya masih belum pernah memetakan aset yang ada di sekolah. Hal ini karena status hanya sebagai seorang guru biasa. Dalam pengelolaan aset masih sebatas memberikan masukan. Itupun sifatnya terbatas.

     Namun, setelah mempelajari modul ini, semakin terbuka pemahaman saya. Terutama terkait dengan pemetaan sumber daya dan upaya implementasinya. Selain itu, juga semakin memahami bahwa meskipun bukan termasuk jajaran pengambil kebijakan, tetapi pada dasarnya memiliki ruang untuk terlibat dalam pengelolaan aset sekolah.

     Perubahan pemikiran terutama terkait dengan upaya mengimplementasikan pengelolaan sumber daya yang berpusat pada murid untuk mewujudkan visi sekolah.

 

 

Jumat, 04 November 2022

Demonstrasi Kontekstual - Modul 3.2 Calon Guru Penggerak Angkatan 5

 

Demonstrasi Kontekstual - Modul 3.2


Setelah saya menonton video yang ada di Demontrasi Kontekstual Modul 3.2 di LMS Pendidikan Calon Guru Penggerak, dapat membuat narasi sebagai berikut:

Pada video tersebut diawali dengan anak-anak yang bermain dengan permainan-permainan tradisioanl. Dari raut wajah mereka terpancar rasa riang dan gembira, ada yang asyik berlari sambil tertawa dan ada pula yang locat dan ada yang duduk-duduk sesuai dengan permainan yang mereka kerjakan.

Oleh karena itu saya memberikan asumsi bahwa visi dari sekolah terebut adalah “Menjadi sekolah Nyaman dan Menyenangkan Berlandaskan Kearifan Lokal Demi Terwujudnya Profil Pelajar pancasila”

Selanjutnya video itu beralih kepada ruang kelas, pada waktu itu gurunya sedang menggali pendapat dari siswa mengenai topik “Penyemangat Belajar”, kalimat ini di tulis di papan tulis oleh Bu Guru.

Siswa secara bergantian menjawab tentang persepsi mereka mengenai hal yang bisa membuat mereka semangat dan senang belajar utamanya belajar di dalam kelas itu. Ada yang menjawab mereka senang belajar di kelas ketika duduk di rak buku, dan banyak lagi jawaban yang lain.

Dari dialog yang di sampaikan oleh Bu Guru itu Prakarsa perubahan yang akan dilakukan oleh dia adalah mewujudkan kelas yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar.

Inti pertanyaan dari semua kegiatan yang dilakukan oleh ibu Guru itu adalah Bagaimana cara mewujudkan kelas yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar? Hal, ini terbukti dari kegiatan yang dilakukan oelh Gur tersebut bersama siswanya.

Kegiatan-kegiatan dalam videoa tersebut yang menggambarkan tahapan BAGJA adalah :

B (Buat Rencana) : merencanakan konsep yang bisa membuat siswa semangat dalam belajar di kelas

A (Ambil Pelajaran) : Melihat Kelas lain yang disukai yang bisa membuat semangat belajar

G (Gali Mimpi) : Siswa membayangkan kelas yang nayaman dan menyenangkan lalu di tuangkan dalam bentuk gamabar dan di presentasikan di kelas.

J (Jabarkan) : Menjabarkan kelas impian murid

A (Atur & Eksekusi) menentukan rencana aksi membuat kelas impian di mulai pada hari sabtu dan minggu.

 Dalam videoa itu juga nampak tentang peran peminpin sebagai Manajer, yang bisa menggerakkan komunitas kelas untuk memperindah kelas berdasarkan aset yang dimiliki

Sedangkan Modal Utama dalam kegiatan tersebut adalah; Pertama, Manusia dalam hal ini Guru dan siswa. Kedua, Modal Fisik berupa ruangan kelas. Ketiga, Modal Lingkungan Beruapa daun dan biji-bijian yang digunakan untuk menghias gambar. Keempat, modal Finansial, yaitu dana Bos yang dipergunakan untuk membeli Lem, Kertas dan lainnya. Yang kesemuanya itu dimanfaatkan dengan baik oleh Buguru dan siswa.   

Sabtu, 29 Oktober 2022

Koneksi Antar Materi Modul 3.1: Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

 

Koneksi Antar Materi Modul 3.1:

Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

 

Oleh : Moh. Dasuki, S.Pd.I

CGP Angkatan 5

 

1. Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah proses menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. 

KHD berpandangan, seorang pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak, serta memiliki kemampuan dalam menyelesaikan atau mengambil keputusan terhadap permasalahannya secara mandiri. Guru hanya mengarahkan bagaimana murid berkembang sesuai karakter, keunikan serta memaksimalkan segala potensi yang dimilikinya.

Filosofi Pratap Triloka khususnya ing ngarso sung tuladha memberikan pengaruh yang besar dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. KHD berpandangan bahwa sebagai seorang guru, itu harus memberikan tauladan atau contoh praktik baik kepada murid. Dalam setiap pengambilan keputusan, seorang guru harus memberikan karsa atau usaha keras sebagai wujud filosofi Pratap Triloka ing madyo mangun karsa dan pada akhirnya guru membantu murid untuk dapat menyelesaikan atau mengambil keputusan terhadap permasalahannya secara mandiri. Guru hanya sebagai pamong yang mengarahkan murid menuju kebahagiaan. Hal ini sesuai dengan filosofi Pratap Triloka Tut Wuri Handayani.

2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Disadari atau tidak setiap individu termasuk juga guru memiliki nilai-nilai kebajikan yang sudah tertanam dalam dirinya. Nilai-nilai yang sifatnya berupa kebajikan universal meliputi hal-hal seperti keadilan, tanggung jawab, kejujuran, bersyukur, lurus hati, berprinsip, integritas, kasih sayang, rajin, komitmen, percaya diri, kesabaran, dan masih banyak lagi.

Nilai-nilai positif yang tertanam kuat dalam diri kita penting untuk dipupuk karena keputusan-keputusan yang diambil oleh seseorang  akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh orang tersebut. Dengan nilai-nilai yang dimilikinya seorang guru hendaknya menjadi rujukan atau teladan baik bagi murid maupun seluruh warga sekolah.

Dalam kesehariannya menjalankan tugas, tidak jarang seorang guru berada dalam posisi yang menuntutnya untuk mengambil keputusan dari dua pilihan yang secara logika dan rasa keduanya benar, berada pada situasi dilema etika (benar vs benar) atau berada dalam dua pilihan antara benar melawan salah (bujukan moral) yang menuntut kita berpikir secara seksama untuk mengambil keputusan yang tepat. Maka di sinilah nilai-nilai yang akan membimbing dan mendorong kita untuk mengambil keputusan yang tepat dan bijaksana. Dalam pengambilan keputusan yang terbaik bagi kepentingan murid, seorang guru akan mempertimbangkan nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati dan disetujui bersama.

Nilai-nilai yang akan membimbing dan mendorong pendidik untuk mengambil keputusan yang tepat dan benar. Nilai-nilai positif tersebut seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip yang dipegang teguh ketika kita berada dalam posisi yang menuntut kita untuk mengambil keputusan dari dua pilihan yang secara logika dan rasa keduanya benar, berada situasi dilema etika (benar vs benar) atau berada dalam dua pilihan antara benar melawan salah (bujukan moral) yang menuntut kita berpikir secara seksama untuk mengambil keputusan yang benar.

Keputusan tepat yang diambil tersebut merupakan buah dari nilai-nilai positif yang dipegang teguh dan dijalankan oleh kita. Nilai-nilai positif akan mengarahkan kita mengambil keputusan dengan resiko yang sekecil-kecilnya. Keputusan yang mampu memunculkan kepentingan dan keberpihakan pada peserta didik.

Nilai-nilai positif mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif serta berpihak pada murid adalah manifestasi dari pengimplementasian kompetensi social emosional kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran social dan keterampilan berinteraksi social dalam mengambil keputusan secara berkesadaran penuh untuk meminimalisir kesalahan dan konsekuensi yang akan terjadi.

3. Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Coaching adalah ketrampilan yang sangat penting dalam menggali suatu masalah yang sebenarnya terjadi baik masalah dalam diri kita maupun masalah yang dimiliki orang lain. Dengan langkah coaching TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan masalah secara sistematis. Konsep coaching TIRTA sangat ideal apaila dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil.

Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah, karena guru dalam hal ini sebagai coach akan menggali potensi yang dimiliki oleh muridnya dengan memberi pertanyaan pemantik sehingga murid dapat menemukan potensi yang terpendam dalam dirinya untuk dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya tanpa paksaan dan campur tangan orang lain, serta mampu mengambil keputusan yang tepat dengan resiko yang paling kecil. 

Pembimbingan yang telah dilakukan oleh pendamping praktik dan fasilitator telah membantu saya berlatih mengevaluasi keputusan yang telah saya ambil. Apakah keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid, sudah sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal dan apakah keputusan yang saya ambil tersebut akan dapat saya pertanggung jawabkan.

TIRTA merupakan model coaching yang dikembangkan dengan semangat merdeka belajar. Model TIRTA menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching, yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. TIRTA adalah satu model coaching yang diperkenalkan dalam Program Pendidikan Guru Penggerak saat ini. TIRTA dikembangkan dari Model GROW. GROW adalah akronim dari Goal, Reality, Options dan Will.

Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,

Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,

Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.

Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

TIRTA akronim dari :

: Tujuan

: Identifikasi

: Rencana aksi

TA: Tanggung jawab

4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?

Seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran di kelas sudah seyogyanya harus bisa mengetahui dan memahami kondisi sosial dan emosional dari muridnya. Selain itu untuk dapat membentuk dan mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, seorang murid harus mampu menyelesaikan permasalahannya dalam belajar sehingga tidak menjadi dilema bagi mereka untuk sekarang maupun yang akan datang. Guru juga penting untuk  memahami aspek sosial dan emosionalnya agar mereka mampu mengambil keputusan yang tepat dan bijaksana dalam menyelesaikan persoalan pembelajaran baik di kelas maupun di lingkungan sekolah.   

Sebagai seorang pendidik, kita harus mampu menjembatani perbedaan minat dan gaya belajar murid di kelas sehingga dalam proses pembelajaran murid mendapatkan pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai profil belajar mereka masing-masing. Untuk itu diperlukan pengambilan keputusan yang tepat agar seluruh kepentingan murid dapat terakomodir dengan baik. Kompetensi sosial dan emosional diperlukan agar guru dapat fokus memberikan pembelajaran dan dapat mengambil keputusan dengan tepat dan bijak sehingga dapat mewujudkan merdeka belajar di kelas maupun di sekolah.

5. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Keberpihakan dan mengutamakan kepentingan murid dapat tercipta dari tangan pendidik yang mampu membuat solusi tepat dari setiap permasalahan yang terjadi. Pendidik yang mampu melihat permasalahan dari berbagai kaca mata dan pendidik yang dengan tepat mampu membedakan apakah permasalahan yang dihadapi termasuk dilema etika ataukah bujukan moral.

Seorang pendidik ketika dihadapkan dengan kasus-kasus yang fokus terhadap masalah moral dan etika, baik secara sadar atau pun tidak akan terpengaruh oleh nilai-nilai yang dianutnya. Nilai-nilai yang dianutnya akan mempengaruhi dirinya dalam mengambil sebuah keputusan. Jika nilai-nilai yang dianutnya nilai-nilai positif maka keputusan yang diambil akan tepat, benar dan dapat dipertanggung jawabkan dan begitupun sebaliknya jika nilai-nilai yang dianutnya tidak sesuai dengan kaidah moral, agama dan norma maka keputusan yang diambilnya lebih cenderung hanya benar secara pribadi dan tidak sesuai harapan kebanyakan pihak.Kita tahu bahwa Nilai-nilai yang dianut oleh Guru Penggerak adalah reflektif, mandiri, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada anak didik. Nilai-nilai tersebut akan mendorong guru untuk menentukan keputusan masalah moral atau etika yang tepat sasaran, benar dan meminimalisir kemungkinan kesalahan pengambilan keputusan yang dapat merugikan semua pihak khususnya peserta didik.

6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Pengambilan keputusan yang tepat tekait kasus-kasus pada masalah moral atau etika hanya dapat dicapai jika dilakukan melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Dapat dipastikan bahwa jika pengambilan keputusan dilakukan secara akurat melalui proses analisis kasus yang cermat dan sesuai dengan 9 langkah tersebut, maka keputusan tersebut diyakini akan mampu mengakomodasi semua kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat , maka hal tersebut akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

7. Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Jawaban saya yaitu iya, kesulitan muncul karena masalah perubahan paradigma dan budaya sekolah yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Diantaranya adalah sistem yang kadang jika memaksa guru untuk memilih pilihan yang salah atau kurang tepat dan tidak berpihak kepada murid. Yang kedua tidak semua warga sekolah berkomitmen tinggi untuk menjalankan keputusan Bersama. Yang ketiga keputusan yang diambil kadang kala tanpa sepenuhnya melibatkan guru sehingga muncul banyak kendala-kendala dalam proses pelaksanaan pengambilan keputusan.

8. Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Menurut pendapat saya, semua tergantung kepada keputusan seperti apa yang diambil, apabila keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid dalam hal ini tentang metode yang digunakan oleh guru, media dan sistem penilaian yang dilakukan yang sudah sesuai dengan kebutuhan murid, maka hal ini akan dapat memerdekakan murid dalam belajar dan pada akhirnya murid dapat berkembang sesuai dengan potensi dan kodratnya. Namun sebaliknya apabila keputusan tersebut tidak berpihak kepada murid, dalam hal metode, media, penilaian dan lain sebagainya maka kemerdekaan belajar murid hanya sebuah omong kosong belaka dan tentunya murid tidak akan dapat berkembang sesuai potensi dan kondratnya.

9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Ketika guru sebagai pemimpin pembelajaran melakukan pengambilan keputusan yang memerdekakan dan berpihak pada murid, maka dapat dipastikan murid-muridnya akan belajar menjadi oang-orang yang merdeka, kreatif , inovatif dalam mengambil keputusan yang menentukan bagi masa depan mereka sendiri. Di masa depan mereka akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang matang, penuh pertimbangan dan cermat dalam mengambil keputusan-keputusan penting bagi kehidupan dan pekerjaannya.

Keputusan yang diambil oleh seorang guru akan menjadi ibarat pisau yang disatu sisi apabila digunakan dengan baik akan membawa kesuksesan dalam kehidupan murid di masa yang akan dating. Demikian sebaliknya apabila kebutuhan tersebut tidak diambil dengan bijaksana maka bisa jadi berdampak sangat buruk bagi masa depan murid-murid. Keputusan yang berpihak kepada murid haruslah melalui pertimbangan yang sangat akurat dimana dilakukan terlebih dahulu pemetaan terhadap minat belajar, profil belajar dan kesiapan belajar murid untuk kemudian dilakukan pembelajaran berdiferensiasi yaitu melakukan diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk.

10. Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Pembelajaran dan pengalaman yang saya peroleh dari mempelajari modul 3.1 terkait Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran adalah bahwa seorang pendidik merupakan pilar utama dalam dunia pendidikan yang berinteraksi langsung dengan murid sehingga sering diperhadapkan oleh situasi dan problematika yang mengharuskan dilakukannya pengambilan keputusan. Tentunya harapan dari pengambilan keputusan yang dilakukan ini bukanlah suatu keputusan gegabah dan terburu-buru, yang kemudian tidak mempertimbangkan konsekuensi dan situasi tak terduga lainnya di masa depan serta mencederai pihak lainnya. Pengambilan keputusan yang dilakukan merupakan rangkaian proses yang harus dilakukan dengan penuh cermat dan  kehati-hatian dalam menentukan sikap dan langkah tindakan dari berbagai kemungkinan situasi yang ada.

Kesimplan yang didapat dari pembelajaran modul ini yang dikaitkan dengan modul-modul sebelumnya adalah :

Pengambilan keputusan adalah suatu kompetensi atau skill yang harus dimiiki oleh guru dan harus berlandaskan kepada filosofi Ki Hajar Dewantara yang dikaitkan sebagai pemimpin pembelajaran.

Pengambilan keputusan harus berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur BAGJA yang akan mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well being).

Dalam pengambilan keputusan seorang guru harus memiliki kesadaran penuh (mindfullness) untuk menghantarkan muridnya menuju profil pelajar pancasila.

Dalam perjalanannya menuju profil pelajar pancasila, ada banyak dilema etika dan bujukan moral sehingga diperlukan panduan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan untuk memutuskan dan memecahkan suatu masalah agar keputusan tersebut berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar.

Sabtu, 22 Oktober 2022

Demontrasi Kontekstual - Modul 3.1 - Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Demontrasi Kontekstual - Modul 3.1 - Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Oleh; Moh. Dasuki, S.Pd.I
CGP Angkatan 5

    Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, Anda pasti sering dihadapkan dalam situasi di mana Anda diharuskan mengambil suatu keputusan. Namun, seberapa sering keputusan tersebut melibatkan kepentingan dari masing-masing pihak yang sama-sama benar, tapi saling bertentangan satu dengan yang lain? 

       Oleh Karena itu, Dalam kegiatan ini, Saya mewawancarai dua orang nara sumber yaitu kepala sekolah saya yakni Achmad Fauzi, S.Pd. SD selaku kepala sekolah SD Negeri Dempo Barat 2 Pasean – Pamekasan, dan Mantan Guru di sekolah Kami yakni Bapak Miswar, S.Pd. yang saat ini menjabat sebagai kepala sekolah SD  Negeri Dempo Timur 2 Pasean - Pamekasan.

    Dalam sesi wawancara terhadap kedua narasumber tersebut, saya mengajukan beberapa pertanyaan berdasarkan dengan pedoman yang ada di LMS, Cuma saya rangkum menjadi 5 poin pertanyaan saja, dengan tidak menguraangi substansi dari pertanyaan yang ada di LMS, pertanyaan tersebut ialah;

1. Selama Bapak/Ibu memimpin, bagaimana cara Bapak/Ibu dalam mengidentifikasi kasus-kasus yang terjadi di sekolah? Seperti kasus dilema etika atau bujukan moral?

2. Selama Bapak/Ibu memimpin, bagaimana cara Bapak/Ibu dalam menjalankan pengambilan keputusan di sekolah, terutama pada kasus-kasus yang mengandung dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?

3. Langkah-langkah atau prosedur seperti apa yang selama ini Bapak/Ibu lakukan dalam pengambilan keputusan?

4. Hal-hal seperti apa yang selama ini Ibu anggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?

5. Hal-hal apa saja yang selama ini merupakan tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?

 

Hasil Wawancara

Pada sesi wawancara pertama dengan Bapak Fauzi, S.Pd.SD

    Selama Bapak Achmad Fauzi mempimpin cara beliau dalam mengidentifikasi kasus-kasus yang terjadi di sekolah, biasanya beliau akan mencari tahu dan melakukan pengamatan terlebih dahulu, apakah kaus tersebut ada yang melanggar hukum atau tidak.

    Selanjutnya, apabila terjadi kasus-kasus yang mengandung dua kepentingan yang sama-sama benar cara yang diambil Bapak Achmad Fauzi dalam menjalankan keputusannya adalah beliau akan mengambil keputusan yang tidak merugikan pihak sekolah dan juga pihak yang bermasalah, dengan cara mencari jalan keluar bersama dengan melakukan musyawarah dan pendekatan komunikasi.

    Biasanya Bapak Achmad Fauzi mengambil langkah-langkah dalam memutuskan suatu masalah adalah dengan menganalisis penyebab permasalahan, menentukan siapa yang terlibat, menanyakan kepada orang-orang terdekatnya, berdiskusi dengan warga sekolah, membuat beberapa solusi keputusan, menimbang lagi dari berbagai sudut pandang sebelum memutuskan/ mengambil solusi.

    Adapun hal-hal yang Pak Fauzi anggap efektif dalam pengambilan keputusan adalah dengan melakukan analisis kasus kemudian menentukan solusinya menyesuaikan dengan peraturan dan norma yang berlaku, serta mengedepankan kepentingan sekolah dan umum ( solusi tersebut bermanfaat bagi orang banyak dan baik secara jangka panjang)

    Sedangkan tantangan yang dihadapi beliau ketika memutuskan sebuah persoalan adalah bagaimana keputusan yang diambil bisa memuaskan semua pihak, tanpa ada yang merasa di rugikan atau sakit hati. Agar sama-sam enak dan terjadi hubungan yang baik.

 

Pada sesi wawancara kedua dengan Bapak Miswar, S.Pd.

     Selama Pak Miswar menjabat sebagai kepala sekolah, hal yang beliau lakukan untuk mengidentifikasi kasus-kasus yang terjadi dengan melakukan pengmatan terlebih dahulu terhadap kasus yang terjadi. Kemudian Pak Miswar akan mencari tahu kebenarannya. 

   Biasanya Pak Miswar pun akan bertanya dan berdiskusi dengan beberapa guru terutama wakil-wakil kepala sekolah yang ada dilingkungan sekolahnya. Jika terjadi kasus yang mengandung dua kepentingan yang sama-sama benar biasanya Pak Miswar akan mendiskusikannya terlebih dahulu dengan orang-orang yang beliau anggap cakap dan memiliki kompetensi dalam bidang tersebut, seperti jika yang terjadi adalah kasus dalam pembelajaran agama (Tahffidz) disini Pak Miswar akan mendiskusikan keputusan yang terjadi bersama Guru Agama atau PJ Ekskul keagamaan sekolah. 

     Atau jika kasusnya lebih besar Pak Miswar akan berdiskusi dengan pihak Komite. Hal ini dilakukannya supaya dalam pengambilan keputusan dapat baik dan tidak ada yang menyalahkan kepala sekolah. Adapun langkah-langkah yang diambil oleh beliau untuk memutuskan adalah beliau akan mencari tahu terlebih dahulu, kemudian mendiskusikan mana yang terbaik dan kurang baik baru memutuskan. 

     Menurut Pak Miswar, hal-hal yang dianggap efektif oleh Pak Miswar untuk memutuskan suatu keputusan adalah dengan berdiskusi dari hati-kehati dalam memutuskan sesuatu. Adapun hal yang menjadi tantangan bagi beliau adalah ketika Pak Miswar harus memutuskan keputusan yang berkaitan dengan perasaan.

        Tantangan Pak Miswar dalam mengambil keputusan adalah, bagaimana dia bisa bersikap adil dan netral tanpa harus ada keberpihakan pada salah satunya.


Analisis hasil wawancara

    Berdasarkan 2 (dua) narasumber yang saya wawancarai, sejatinya dalam pengambilan keputusan diperlukan banyak pertimbangan-pertimbangan yang perlu dilakukan. Kedua narasumber mengatakan untuk mengidentifikasi suatu kasus itu termasuk ke dalam dilema etika atau bujukan moral maka diperlukan observasi lingkungan misalnya jika itu terkait antara satu individu dengan individu lain maka sebagai pemimpin perlu adanya melihat karakter pribadi individu-individu tersebut kemudian mendengar permasalahan dari kedua pihak secara langsung setelah itu mendengar pula saksi dari kedua pihak. Setelah dapat mengidentifkasi kasus tersebut maka langkah selanjutnya yang diambil adalah mengajak diskusi semua pihak yang terlibat.

    Jadi selama pengambilan keputusan, hal-hal yang perlu dilakukan adalah :

Mengidentifikasi kasus (melihat dan mendengar situasi lingkungan sekitar)

Melakukan pendekatan personal

Mengajak diskusi bersama

Mendengarkan semua permasalahan dari pihak-pihak yang terlibat

Mengambil keputusan bukan untuk kepentingan pribadi

Waktu pengambilan keputusan dilakukan se-segera mungkin, tidak menunda-nunda sehingga masalah menjadi rumit dan besar

     Pengambilan keputusan dapat menjadi mudah diambil saat pihak-pihak terkait menyadari permasalahan-permasalahan mereka dan tidak merasa selalu benar. Kedua narasumber juga mengatakan se-darurat apapun situasinya, jika diperlukan pengambilan keputusan maka tetap harus koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Jadi tidak ada pengambilan keputusan langsung dari pimpinan tanpa mendengar dari pihak-pihak lain yang terlibat.

Kesimpulan : Sebagai pimpinan tidak boleh mengambil keputusan sepihak apalagi terburu-buru, selalu perhatikan identifikasi masalahnya terlebih dahulu. Jangan lupakan libatkan semua stakeholder terkait apapun dan bagaimanapun situasinya. Berada di posisi sebagai pemimpin dalam suatu instansi mengharuskan belajar untuk mendengar dan melihat dari segala sudut pandang tanpa memberatkan di satu pihak saja


Selasa, 11 Oktober 2022

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3 COACING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

BIMBING MEREKA MENEMUKAN SOLUSI SENDIRI



Terkadang ketika seorang guru berada didalam kelas, ada beberapa siswa yang curhat mengenai berbagai permasalah yang dia hadapi. Tentu kita akan menyimak dengan seksama apa yang sedang murid bicarakan. Nah, Saat menemui anak-murid yang mengalami kesulitan, terkadang naluri guru untuk membantu murid-muridnya pun tumbuh dan berkembang. Sebagai seorang guru kadang kita tergoda untuk membantu memecahkan permasalahan yang mereka lami. Bahkan terkadang guru menjadi gemas dan berkeinginan sesegera mungkin mencarikan solusi bagi permaslahan anak-anak muridnya.

Namun, setelah belajar materi Coaching ini saya mengetahui bahwa dengan memberikan kemudahan-kemudahan bagi mereka untuk memecahkan permasalahan mereka bukanlah hal yang baik. Mereka harus diajarkan dan dibimbing untuk mampu memecahkan permasalahannya sendiri. Dengan begitu anak-anak murid diharapkan menjadi insan yang tangguh dalam menjalani kehidupan.

Coaching merupakan proses kolaborasi yang fokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan pertumbuhan pribadi dari sang coachee. Coaching merupakan salah satu metode yang efektif untuk diterapkan dalam bidang pendidikan yang prosesnya berpusat pada siswa.

Dalam modul 2.3 ini tentang Cocahing untuk supervisi akademik dijelaskan perbedaan antara coaching, konseling, dan mentoring. Coaching merupakan suatu usaha yang dilakukan coach dalam mendampingi coacheenya untuk menemukan masalah. Dalam hal ini seorang coach akan mengajukan berbagai pertanyaan berbobot kepada coacheenya guna mengarahkan kepada pemecahan masalahnya. Disini seorang coach bertindak untuk mengembangkan kemampuan coacheenya. Sementara itu, Konseling merupakan suatu cara yang dilakukan oleh seorang konselor untuk mencari tahu akar permasalahan dari si klien yang melakukan diskusi atau curhat kepadanya. Sedangkan  mentoring merupakan suatu cara yang dilakukan oleh seorang mentor dalam memberikan tips atau cara yang mungkin dianggap tepat untuk menyelesaikan masalah dari seorang menteenya.

Pada modul 1.1 tentang filosofi Ki hajar Dewantara telah dijelaskan bahwa Pendidik berarti juga penuntun. Seorang penuntun akan menuntun setiap anak didik sesuai dengan kodratnyamasing-masing, yakni berdasarkan kodrat zaman dan kodrat alamnya. Selain itu, dalam filosofi Ki Hajar Dewantara pun diterangkan pula tentang peran utama guru (Pamong/Pedagog), maka memahami pendekatan Coaching menjadi selaras dengan Sistem Among sebagai salah satu pendekatan yang memiliki kekuatan untuk menuntun kekuatan kodrat anak (murid). Pendampingan yang dihayati dan dimaknai secara utuh oleh seorang guru, sejatinya menciptakan ARTI (Apresiasi-Rencana-Tulus-Inkuiri) dalam proses menuntun kekuatan kodrat anak (murid sebagai coachee). ARTI sebagai prinsip yang harus dipegang ketika melakukan pendampingan kepada murid.

Dengan coaching, sebagai seorang guru, kita akan mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh anak-anak didik kita.Sebab Coaching ini memberi ruang kebebasan dan bereksplorasi mengenai hal-ahal yang ada dalam pikiran anak didik kita. Meningkatkan kualitas komunikasi mereka, dapat melatih mereka untuk berbicara dan menceritakan apa saja yang sudah mereka lakukan. Selain itu, mereka juga diajarkan untuk berpendapat, hingga akhirnya mereka akan mampu memecahkan permasalahan yang sedangmereka hadapi. Coaching ini bukanlah suatu kegiatan untuk sekedar curah pendapat saja ngobrol yang tidak tentu arah. Tetapi Coaching lebih kepada proses pembelajaran. Coaching sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis dimana coach memfasilitasi peningkatan performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi bagi coachee. ( Grant 1999)

Selanjutnya pada modul 1.2 tentang Nilai dan peran guru penggerak menjelaskan bahwa setiap Guru penggerak haruslah memiliki peran dan nilai. Salah satunya adalah dapat bermanfaat bagi rekan sejawat  dan mampu menggerakkan komunitas. Dalam mendukung nilai dan peranan guru penggerak tersebut, kegiatan Coaching ini juga dapat menjadi salah satu ruh yang ada dalam peranan guru penggerak. Sebab dalam kegiatan coaching sendiri ada empat aspek pendukung yakni: Komunikasi asertif, Pendengar aktif, Pertanyaan efektif, dan Umpan Balik Positif. Keempatnya ini merupakan keterampilan penting yang harus di kuasai Coach dalam proses Coaching. Artinya kompentensi-kompetensi tersebut sangatlah sesuai dengan peranan guru penggerak.  

Selanjutnya pada modul 1.3 mengenai visi guru penggerak dijlaskan bahwa seorangguru penggerak haruslah memiliki visi dan misi untuk melakukan perubahan dalam lingungannya. Naik dalam lingkungan kelas yang dia ajar atau lingungan sekolah.

Pada modul 1.4 tentang budaya positif, salah satu materi yang sangat menarik adalah teknik restitusi. Restitusi merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh guru dalam usahanya untuk mempositifkan perilaku anak-anak didik dalam lingkungan belajarnya. Restitusi dilakukan dengan tujuan suatu permasalah yang terjadi adiantara anak-anak didik dapat terselesaikan dengan baik tanpa melukai hai satu sama lain. Jika kita melihat posisi fungsi kontrol guru, maka seorang pendidik bertindak sebagai Manajer dan bukan sebagai pembuat rasa bersalah apalagi penghukum. Siswa atau coachee merasa dirinya sebagai pembelajar sehingga ketika ada sebuah masalah, coach membantu dan menuatkan coachee dalam menemukan solusi permasalahannya tersebut tanpa rasa terluka.

Pada modul 2.1 tentang pembelajaran berdifernsiasi dijelaskan bahwa  setiap orang itu istimewa. Setiap anak memiliki perbedaan cara dan kecepatan dalam belajar. Dengan demikian seorang guru harus mampu memberikan hak belajar yang sama kepada setiap siswa. Guru dapat menerapkan Teknik Scaffolding atau pendampingan khusus kepada siswa yang di anggap kurang dalam belajarnya. Seperti kesiapan belajar yang rendah dan kecepatan memahami materi pelajaran yang juga rendah.  Selain itu, Teknik Coaching pun dapat membantu para siswa yang mendapat scaffolding tersebut. Dengan demikian kegiatan pembelajaran akan berajalan sesuai dengan yangdiharapkan.

Adapun teknik Coaching yang terkenal adalah coaching dengan teknik  TIRTA yakni akronim dari beberapa hal yaitu: 'T' untuk Tujuan Utama, 'I' untuk Identifikasi masalah, 'R'untuk Rencana Aksi, 'TA'untuk Tanggung Jawab. Keempat hal ini harus digunakan dalam proses mendampingi coachee. Selain itu seorang ciach pun harus memenuhi tigakriteria utamaseorang coach yaitu kehadiran penuh, mendengarkandengan rasa, dan memberikan pertanyaa-pertanyaan berbobot. Dengan demikian proses pengidentifikasian masalah akan semakin signifikan dan tepat sasaran. Sehingga rencana Aksi jadi mudah dirumuskan. Dan solusi pemecahan masalah dapat ditemukan.

Pada Modul  2.2 tentang pembelajaran sosial emosional den Konsep sosial emosional. Dijelaskan bahwa seseorang haruslah dalam keadaam kesadaran penuh atau mindfullness untuk menyadari emosi yang sedang ia rasakan. Dengan demikian orang tersebut dapat membuat keputusan dengan jauh lebih baik dari sebelumnya. Selain Pengenalan emosi,  Pengelolaan diri yang baik juga penting. Hal ini dapat dilakukan dalam hal pengelolaan waktu ataudisiplin. Kesadaran sosial seperti empathi juga sangatlah penting untuk dipelajari. Hal ini dilakukan guna menyadarkan bahwa diri bukanlah satu-satunya orang yang punya masalah atau hambatan dalam belajar.

Dengan demikian Keterampilan sosial ini sanga butuh latihan sebagai wujud resiliensi seseorang dalam memecahkan masalahnya. Dalam teknik Coaching ada tanggung jawab dimana komitmen harus di lakukan. Dengan tujuan aksi nyata dari apa yang akan ia lakukan dalam coaching dapat terealisasi dengan baik.

Salah satu cara meningkatkan potensi dan kemampuan murid adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran berdiferensiasi, dengan memperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid. Guru sebagai coach akan menggali kebutuhan belajar murid dengan memaksimalkan segala potensi yang dimiliki murid.  Secara emosional potensi murid akan dapat mberkembang secara maksimal. Proses coaching tetap memperhatikan ranah social emosional sehingga dapat menyelesaikan setiap masalah yang ada pada murid sesuai dengan kemampuannya sendiri.

Demikianlah, salam bahagia.