KONEKSI
ANTAR MATERI MODUL 2.1
Oleh
:
Moh.
Dasuki, S.Pd.I
CGP Angkatan 5 Kab. Pamekasan
A.
Pembelajaran Berdeferensiasi
Setiap
anak memiliki perkembangan yang berbeda-beda, karena masing-masing anak
memiliki keistimewaan dan bakat yang berbeda. Oleh karena itu, Dalam suatu
Kelas, pasti terdiri dari siswa yang heterogen dengan kemampuan yang berbeda.
Ada yang udah bisa membaca, ada yang masih mengeja untuk membaca. Ada yang
senang ini, ada yang senang itu dengan karakter yang kompleks.
Seorang
guru, sekarang sudah tidak boleh semena-mena dalam mendidik siswa di kelas.
Saat ini, siswa bukan lagi menajadi objek, bagai robot yang hanya dicekoki
dengan berbagai pengetahuan saja. Siswa saat ini sudah menjadi subjek yang
harus dilibatkan dalam setiap pembelajaran.
Oleh
karena itu, sebagai guru, kita
perlu berpikir bagaimana caranya kita dapat menyediakan layanan pendidikan yang
memungkinkan semua murid mempunyai kesempatan dan pilihan untuk mengakses apa
yang kita ajarkan secara efektif sesuai dengan kebutuhan mereka. sangat
menarik jika guru bisa menggunakan pembelajaran berdeferensiasi. Apa itu
pembelajaran berdeferensiasi? Simak tulisan berikut ini.
Menurut
Tomlinson (2001:45) pembelajaran berdeferensiasi adalah usaha untuk
menyesuaikan proes pembelajaran
di kelas untuk memnuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. dalam kelas yang
mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru melakukan upaya
yang konsisten untuk merespon kebutuhan belajar murid.
Melakukan
pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan
32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru
harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja
dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru
harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang
kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak.
Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang
semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat
beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di mana guru harus berlari ke sana
kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan. Bukan.
Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau Superman yang bisa ke sana kemari
untuk berada di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan semua
permasalahan.
Pembelajaran berdiferensiasi
adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh
guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat
tersebut adalah yang terkait dengan:
- Kurikulum yang memiliki tujuan
pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Bukan hanya guru
yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
- Bagaimana
guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya.
Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi
kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan
sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang
berbeda.
- Bagaimana mereka menciptakan lingkungan
belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras
untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap
murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di
sepanjang proses belajar mereka.
- Manajemen
kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur,
rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas, namun juga
struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang
berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
- Penilaian
berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan
informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah
dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau
sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang
ditetapkan.
Tomlinson
(2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction
in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat
mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3
aspek.
Ketiga aspek tersebut adalah:
- Kesiapan belajar (readiness) murid
Kesiapan belajar (readiness) adalah
kapasitas untuk mempelajari materi, konsep, atau keterampilan baru. Sebuah
tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar
dari zona nyaman mereka dan memberikan mereka tantangan, namun dengan lingkungan
belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai
materi atau keterampilan baru tersebut. Ada banyak cara untuk membedakan
kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa merancang pembelajaran
mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk
mendapatkan kombinasi suara terbaik, biasanya Anda akan menggeser-geser tombol
equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol”
dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka
untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang
tepat di kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut sebenarnya
menggambarkan beberapa perspektif yang dapat kita gunakan untuk menentukan
tingkat kesiapan belajar murid. Dalam modul ini, kita hanya akan mencoba
membahas 6 dari beberapa contoh perspektif yang terdapat dalam Equalizer
yang diperkenalkan oleh Tomlinson (2001: 47) tersebut.
- Minat murid
Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah
kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan
kepuasan diri.
Tomlinson (2001: 53), mengatakan
bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah
sebagai
berikut:
- membantu murid menyadari
bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk
belajar;
- mendemonstrasikan
keterhubungan antar semua pembelajaran;
- menggunakan keterampilan atau
ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau
keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;
- meningkatkan motivasi murid
untuk belajar.
·
Minat sebenarnya dapat kita lihat
dalam 2 perspektif. Yang pertama sebagai minat situasional. Dalam
perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh
peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu.
Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topik
hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut, karena
gurunya berbicara dengan cara yang sangat menghibur, menarik dan
menggunakan berbagai alat bantu visual. Yang kedua, minat
juga dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam
jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu. Minat ini disebut juga
dengan minat individu. Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap hewan,
maka ia akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin saat
itu guru yang mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang menarik
atau menghibur.
·
Karena minat
adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’
dalam proses pembelajaran, maka memahami kedua perspektif tentang minat di atas
akan membantu guru untuk dapat mempertimbangkan bagaimana ia dapat
mempertahankan atau menarik minat murid-muridnya dalam belajar.
- Profil belajar murid
Profil Belajar
mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar.
Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan
profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar
secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita
secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya
belajar kita sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil
belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat
memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka.
Profil belajar
murid terkait dengan banyak faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:
§
Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu
ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya
terstruktur/tidak terstruktur, dsb.
Contohnya: mungkin
ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu
bising, terlalu terang, dsb.
§
Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal -
impersonal.
§
Preferensi gaya belajar.
Gaya belajar adalah bagaimana
murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi
baru. Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu:
- visual: belajar dengan
melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar, menampilkan diagram,
power point, catatan, peta, graphic organizer );
- auditori: belajar dengan
mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras,
mendengarkan pendapat saat berdiskusi, mendengarkan
musik);
- kinestetik: belajar sambil
melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands
on, dsb). Mengingat bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang
berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk berusaha menggunakan kombinasi
gaya mengajar.
- Preferensi berdasarkan
kecerdasan majemuk (multiple intelligences): visual-spasial,
musical, bodily-kinestetik, interpersonal, intrapersonal,
verbal-linguistik, naturalis, logic-matematika.
Ø
Dalam pembelajaran berdiferensiasi ada tiga
strategi pembelajaran berdiferensiasi yaitu
1. Diferensiasi Konten
Adalah mendiferensiasikan materi pembelajaran kepada murid berdasarkan
kebutuhan, dilihat dari kesiapan belajar murid secara konkret – abstrak, minat
belajar murid dengan mempersiapkan topik atau materi sesuai minat siswa, profil
belajar siswa sesuai gaya belajar, audio, visual, atau kinestetik.
2. Diferensiasi Proses
Adalah usaha untuk membantu murid memahami materi pembelajaran dengan
memberi beberapa kegiatan atau scaffolding sesuai dengan kebutuhan murid.
3. Diferensiasi Produk
Produk berupa tagihan atau hasil yang diharapkan dari murid setelah proses
pembelajaran, baik berupa hasil tes, presentasi atau diskusi, pertunjukkan,
pidato, diagram dan lainnya yang mencerminkan pemahaman murid dari tujuan yang
diharapkan dalam pembelajaran.
Dalam pembelajaran berdiferensiasi terlebih dahulu mengidentifikasi
kebutuhan murid yaitu dari kesiapan belajar murid (lambat-cepat, konkret –
abstrak, mandiri - bantuan, minat murid, profil belajar murid yang meliputi
gaya belajar, latar belakang, dan kecerdasan).
Kesiapan belajar murid atau readiness adalah kapasitas untuk mempelajari
materi baru diibaratkan seperti “The Equalizer” dari yang bersifat mendasar
menuju bersifat transformatif, konkret ke abstrak, sederhana ke kompleks,
terstruktur ke terbuka (open-ended), tergantung ke mandiri, dan lambat menjadi
cepat.
Sedangkan dalam minat belajar maka terdapat “Cocokkan” yaitu mencari
kecocokan antara minat murid dengan tujuan pembelajaran, “Koneksikan” berarti
menunjukkan koneksi antar materi pembelajaran, “Jembatani” yaitu menjembatani
pengetahuan awal dengan pengetahuan baru, dan “Memotivasi” yang memungkinkan
tumbuhnya motivasi murid untuk belajar.
Dalam profil belajar murid maka perlu mengidentifikasi lingkungan belajar,
misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya,
kemudian pengaruh budaya dari santai menjadi terstruktur, pendiam ke ekspresif,
personal ke impersonal, gaya belajar murid juga dengan mengidentifikasi yaitu
bisa visual (belajar dengan melihat), auditori (belajar dengan mendengarkan),
kinestetik ( belajar sambil melakukan), kecerdasan majemuk (multiple intelegences),
visual ke spasial, musical bodily kinestetik, logic matematika.
B.
Koneksi Antar Materi
Filosofi pendidikan KHD pembelajaran
berdiferensiasi dapat mewujudkan Merdeka Belajar. Berdasarkan pemikiran KHD
pendidikan adalah menuntun anak sesuai kodrat alam dan zaman dengan berpihak
pada anak sesuai perkembangan minat, bakat dan potensi anak. Hal ini berkaitan
erat dengan pembelajaran berdiferensiasi yang bertujuan memberikan pembelajaran
kepada anak dengan cara memetakan kebutuhan murid sesuai kesiapan belajar,
minat belajar, dan profil belajar anak.
Kaitan dengan Nilai dan peran Guru penggerak
bahwa pembelajaran berdiferensiasi dapat mewujudkan Merdeka Belajar apabila
guru penggerak telah memiliki nilai guru penggerak dan menerapkan peran guru
penggerak. Nilai guru penggerak meliputi : mandiri, reflektif, kolaboratif,
inovatif, berpihak pada murid. Dan peran guru penggerak meliputi menjadi
pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru
lain, mendorong kolaborasi antar guru, dan mewujudkan kepemimpinan murid.
Kaitan dengan visi guru penggerak, seorang guru
penggerak tentunya memiliki visi untuk mewujudkan merdeka belajar yang sesuai
profil pelajar Pancasila, dengan melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada
anak yang selaras dengan pembelajaran berdiferensiasi menyesuaikan kebutuhan
belajar anak berdasarkan kesiapan belajar, minat dan profil belajar murid.
Untuk menciptakan pembelajaran berdiferensiasi
guru penggerak harus mampu berkolaborasi dan mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki
oleh sekolah sehingga mampu mendukung terwujudnya visi dan mendukung
perkembangan murid berdasarkan pemetaan kebutuhan murid.
Kaitan dengan Budaya Positif, Budaya positif
adalah perwujudan dari nilai-nilai atau keyakinan universal yang diterapkan di sekolah.
Lingkungan belajar yang mendukung diferensiasi dibangun dengan menerapkan
budaya positif yaitu :
1)
Komunitas belajar setiap orang di dalam kelas akan menyambut dan merasa
disambut oleh orang lain.
2)
Setiap orang di dalam kelas saling menghargai
3)
Murid merasa aman, menciptakan murid berani dalam mengemukakan pendapat
4)
Ada harapan bagi pertumbuhan yang ditunjukkan murid. Pertumbuhan setiap
murid berbeda-beda walaupun hanya sedikit guru tetap mengapresiasinya.
5)
Guru mengajak murid untuk mencapai kesuksesan, pengalaman belajar mendorong
murid lebih cepat, sedikit melampaui apa yang telah dikuasainya, guru
memberikan dukungan sehingga murid tidak merasa frustasi tetapi mencapai
kesuksesan.
6)
Adanya bentuk keadilan dalam bentuk nyata. Semua murid berhak mendapatkan
perlakuan yang sama di dalam kelas.
7)
Guru berkolaborasi dengan murid untuk mencapai pertumbuhan dan kesuksesan
bersama, adanya tanggung jawab masing-masing agar pembentukan dan tercipta
kelas yang efektif. Guru sebagai pemimpin kelas memiliki peran sangat penting
dalam mengembangkan lingkungan belajar yang positif.
Salam
Bahagia......!