Minggu, 19 Juni 2011

MAHASISWA DAN ORGANISASI Oleh : Moh. Dasuki* Dalam lembaga Pendidikan formal, kita memahami bahwa peserta didik atau orang yang belajar didalamnya disebut siswa dan yang paling tinggi adalah mahasiswa. Nah, dari pernyataan tersebut kita sudah dapat memahami bahwa mahasiswa itu tidak sama lagi dengan siswa, sebab mahasiswa telah mempunyai gelar “Maha”, yang biasanya kata Maha ini di gunakan untuk menyebut sifat Tuhan, kalau di agama Islam kata maha merupakan nama lain dari Tuhan yang disebut dengan Asmaul husna (nama-nama yang baik) misalnya, Maha Esa, Maha Mulya, Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha-Maha yang lainya. Sehingga tidak salah kiranya jika Masyarakat khususnya pedesaan beranggapan bahwa mahasiswa itu sudah mempunyai disiplin ilmu yang mumpuni. Karena ada kata-kata maha yang disematkan sebelum kata siswa. Demikian juga kalau kita lihat sejarah, rentetan sejarah yang terjadi dinegeri ini, mulai dari dahulu sampai sekarang seperti tumbangnya rezim orda lama dan rezim orda baru, aksi-aksi turun dijalanan untuk mengkritik dan memprotes kebijakan pemerintah yang tidak memihak terhadap rakyat dan yang lain-lain, ini tidak lepas dari ikut serta andil mahasiswa yang berada dibaris paling depan. Sehingga disamping kata maha yang diesematkan, kemudian juga bermunculan kata-kata yang menjadi label bagi mahasiswa, kita sering mendengar bahwa mahasiswa adalah sebagai agen of change (agen perubahan), agen of knowladge (agen pengetahuan), dan agen of control social (agen kontrol sosial). Begitu besar tanggung jawab seorang mahasiswa, sehingga mahasiswa dituntut untuk cerdas, berani dan peka terhaadap persoalan yang terjadi. Untuk mengaktualisasikan kata “Maha” yang ada pada mahasiswa dan lebel “agen-agen” tersebut diatas, dibutuhkan upaya dan semangat yang ekstra bagi mahasiswa untuk selalu belajar dan berproses dimanapun dan kapanpun. Sebab kalau kita hanya mengandalkan terhadap apa yang diperoleh dari kampus kayaknya masih kurang, “ Dikampus mahasiswa itu hanya mendapatkan pengetahuan 25 persen selebihnya ada diluar kampus” begitulah ungkapan yang disampaikan oleh Syaiful Harir, salah satu pemateri pada acara SO (sekolah organisasi) yang diadakan oleh PK. PMII STITA Sumenep selama tiga hari. Dikampus misalnya kita sering didoktrin oleh dosen untuk seperti ini dan sperti itu, sehingga seakan-akan membatasi ruang gerak dan ekspresi yang ada pada diri kita walaupun maksud Dosen tidak demikian. Dan untuk menutupi yang 25 persen tersebut Mahasiswa diharuskan untuk mencari pengetahuan diluar kampus dengan cara berorganisasi, “ Bagaimana cara menutupi kekurang yang 25 persen terebut?” kata pemateri yang biasa disapa Cak Aying tersebut,” Ialah dengan berorganisasi” sambung orang yang saat ini menjabat sebagia ketua II PC. PMII Sumenep. Mahasiswa memang seharusnya selalu bergelut dengan Organisasi, baik yang Intra lebih-lebih yang Ekstra kampus, dengan berorganisasi wawasan dan pengetahuan kita akan semakin terasah karena sering bertukar pikiran dan berdiskusi dengan anggota Organisasi yang lain, serta kaya akan pengalaman. Namun, walaupun pada sejatinya pengetahuan lebih banyak didapatkan diluar kampus, kita tidak bisa meninggalkan kegiatan belajar dikampus, karena kita membutuhkan legalitas Purna kemahasiswaan yang dibuktikan dengan ijazah. Dan ini merupakan kewajiban yang diharuskan oleh pemerintah.” Walaupun demikian, saya tidak menyuruh sahabat untuk bolos kuliah” sambungnya lagi sambil disertai senyum sedikit. Pada season yang lain di acara SO (sekolah organisasi) yang diadakan oleh PK. PMII STITA Sumenep selama tiga hari tersebut, giliran Abd. Muksidyanto, S. Pd. I yang menjadi pemateri dengan spesifikasi bahasan masalah Leadership (Kepeminpinan). Ini juga tidak kalah menarik dengan apa yang disampaikan oleh pemateri yang lain, sebab pada dasarnya mahasiswa adalah calon peminpin untuk menggantikan yang tua-tua, dan minimal menjadi peminpin sebuah keluarga. “ Setiap dari kita adalah peminin” kata Pengurus PK PMII. STITA Sumenep tersebut diawal pembicaraan. “ Dan akan diminta pertanggung jawaban terhadap apa yang dipinpinnya” sambungnya sambil mengutip hadis Nabi Muhammad SAW. Kemudian menjelaskan tentang kecakapan yang harus dimiliki oleh peminpin serta kriteria menjadi peminpin yang baik dan persoalan–persoalan yang berkaitan dengan leadership (kepeminpinan). Dan semua peserta sangat antusias dan benar benar menyimak semua materi yang disampaikan oleh penyaji., dan pada akhir acara peserta haruskan meresum dari setiap materi untuk mengetahui sejauh mana daya sarap peserta. *Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Aqidah Usymuni (STITA) Terate Sumenep E-mail: dsuke@ymail.com


Kamis, 09 Juni 2011

INDAHNYA PERSAUDARAAN DAN PERSATUAN
Oleh: Moh. Dasuki SM*





Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan terhadap persoalan-persoalan yang cukup kompleks. Apalagi persoalan yang menyangkut terhadap pribadi, keluarga, dan harga diri, itu semua menuntut sikap arif dan bijaksana darii kita untuk menghadapinya. Manusia –sebagaimana yang telah dikatakan oleh Aris Toteles- sebagai mahluk zoon politicon atau makhluk sosial, memang tidak akan pernah lepas dari persoalan-persoalan kehidupan ini yang begitu kompleks. Sampai-sampai ada yang mengilustrasikan bahwa masalah atau problem itu bagaikan bumbu kehidupan. Berarti secara tidak langsung dapat dipahami kehidupan ini tidak akan enak (dalam artian akan statis dan monoton) jika tidak ada bumbunya yang berupa masalah. Tapi perlu diingat, janganlah kita mencari masalah, tapi ketika ada masalah hadapilah! Begitulah ucapan nasehat yang sering terlontar dari pembicaraan orang.
Hidup rukun, damai dan sama-sama saling menjaga tali persaudaraan akan lebih enak dan tenang dalam menjalaninya, dan jangan sampai kaarena ada problem atau masalah diantara mukmin yang satu dengan yang lainnya jalinan ukhuwah (persaudaraan) diantara sesama mukmin menjadi berantakan apalagi sampai terjadi percerai-beraian yang hal ini –percerai beraian- sangat dilarang dalam agama islam, Wala Tafarroqu (jangnlah kalian bercerai berai) begitulah firman Allah didalam Al-qur’an Surat Al- Imran ayat 103. yang melarang kita sesama mukmin untuk bercerai-berai, apalagi bermusuhan.
Karena, kita sesama muslim pada substansinya adalah saudara, sebagaimana yang terdapat didalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 10 yang artinya ; sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu, dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. Dalam kitab tafsir Al-Qurthubi, yang dimaksud dengan Ikhwaanan (Bersaudara) adalah saudara seagama dan dalam kehormatan dan tidak sesaudara dalam nasab. Serta dikatakan pula bahwa saudara seagama itu lebih luas cakupannya dari pada saudara senasab.
Berdasarkan ayat tersebut diatas, tidak etis kiranya kalau misalkan ada salah satu orang mukmin sering mencari masalah, apalagi sampai menimbulkan masalah terhadap orang mukmin lainnya, sehingga berakibat terhadap pecahnya persaudaraan diantara sesama orang mukmin yang lainya, yang notabene orang mukmin tersebut adalah saudaranya sendiri. Bahkan sampai dikatakan oleh Rasul sebagai orang yang tidak sempurna imananya, Sebagaimana Sabda Rasul yang artinya : Tidak sempurna iman seseorang sehingga mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.
Oleh karena itu, kita harus pandai-pandai menjaga dan memelihara tali persaudaraaan diantara kita, sesama mikmin. Jika sudah saling menjaga tali persaudaraan dan menjalin tali silaturrahmi, maka akan tercipta kerukunan di antara sesama mukmin, jika sudah rukun maka akan tercipta sebuah persatuan, dan ketika sesama mukmin sudah bersatu, maka akan semakin kokoh Agama Islam dan tidak akan mudah tergoda dan tergoyahkan dengan pengaruh-pengaruh kehidupan barat yang ingin merusak tatanan kehidupan Islam. Hanya satu lidi tidak mungkin bisa membersihkan kotoran, ,tetapi ketika semua lidi disatukan maka kotoran-kotoran akan terbersihkan, begitulah adagium yang sering kita dengar. Dan Orang yang sering menjaga tali persaudaraan dan menjalin tali silaturrahmi, maka dia akan merasakan indahnya kehidupan dunia ini, dan akan selalu ada tempat untuk singgah serta disenangi oleh semua orang.
Dan sebaliknya, kalau kita sudah tidak saling menjaga tali persaudaraan dan silaturrahmi, maka yang akan timbul adalaha perselisihan, perceraiberaian bahkan sampai-sampai permusuhan sesama mukmin. Sedangkan itu semua dilarang oleh agama Islam. Hidup bermusuhan dunia ini akan tersa sempit (sella’ : madura) dan membosankan, bayangkan saja, misalakan kita mau bergerak kebarat ada musuh, ketimur ada musuh, dan keutara, selatan semuanya ada musuh, dan lebih parah lagi kalau kita mempertahankan egoisme, gengsi misalkan kalau mau minta maaf dan menyapa duluan, maka kita tidak akan bisa kemana-mana dan tidak bisa berbuat apa-apa, dan hanya kebingungan dan penyesalan yang akan kita rasakan.
Begitu indahnya persaudaraan dan persatuan, jika kita benar-benar mampu merealisasiksan dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka tidak akan ditemukan lagi orang mukmin yang satu dengan mikmin lainnya saling bertikai dan bertengkar, sehingga betul-betul tercipta kehidupan yang harmonis dan sejahtera diantara sesama mukmin, dan islam sebagai agama yang Rahmatan lil alamin benar-benar akan kita rasakan bersama. Semoga!!



• Penulis adalah ketua Organisasi KOPATRI di PP Aqidah Usymuni Terate Sumenep