MENCINTAI BUKU, TONGGAK UTAMA MEMBANGUN
PERADABAN
Moh. Dasuki SN*
"Buku adalah jendela dunia", begitulah adagium yang sering kita dengar, dan penulis
kira adagium tersebut menjadi pantas untuk memulai tulisan ini. Ya, kata-kata
tersebut memang sangat klise sekali kedengarannya. Namun, adagium tersebut
tentu tidak hanya dijadikan sebagai isapan
jempol belaka, tanpa mengandung dan tanpa memiliki makna apa-apa lagi. Kita
sadari, walaupun kata-kata tersebut sebenarnya sudah lumrah,
dan mengandung arti yang begitu luas, tapi tetap saja penerapan atau aplikasi
dari kata-kata tersebut masih belum sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat
Indonesia, terbukti dengan kurangnya orang-orang Indonesia pada umumnya,
mencintai terhadap buku-buku.
Waktu-waktu orang Indonesia
-walapun sebenarnya hal ini tidak bisa digeneralisasi terhadap seluruh orang Indonesia-
terutama anak muda saat ini, lebih banyak dipergunakan terhadap hal-hal yang
tidak positif. Seperti hanya nonton senetron-senetron di layar TV, atau hanya
sekedar huru-hara sesama teman, nonkrong-nongkrong dipinggir jalan, dan
kegiatan-kegiatan lain yang tidak memberikan manfaat untuk dirinya dan orang
lain. Bahkan ketika waktu sekolahpun kebanyakan anak muda masih tetap
santai-santai saja atau sampai bolos sekolah, dan sedikit sekali mereka yang
mempergunakan waktu kosong dengan membaca buku. Entahlah, mungkin ini hanya
anggapan parsial dari penulis saja.
Padahal sebagaimana kita mahfum, kualitas keilmuan seseorang biasanya akan
ditentukan oleh seberapa banyak dia telah membaca buku dan jenis buku apa saja yang telah dibaca. Walaupun sebenarnya ada juga orang yang
dapat memilki berbagai macam ilmu pengetahuan
dengan tanpa maembaca buku, yaitu orang yang memiliki ilmu "Ladunni",
tapi, untuk saat ini kayaknya sangat sulit untuk menemukan orang yang
memilikinya, mungkin hanya satu banding
seribu saja. Hanya orang-orang yang dipilih-Nya
yang memilikinya. Tentu saja hanya orang-orang yang betu-betul beriman dan bertaqwa kepada-Nya yang menjadi pilihan.
Tidak berlebihan kiranya adagium diatas, sebab, dengan buku
seseorang bisa membuka dan mengembangkan cakrawala berfikirnya, tidak akan
tertindas dan tergerus dengan kemajuan zaman. Ya, didalam buku banyak sekali
tersimpan misteri tentang berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan yang dapat diambil oleh seseorang, dan pada akhirnya dapat membawa
seseorang memiliki pengetahuan dan kompetensi
untuk mampu membuka jendela dunia, dalam artian orang tersebut memiliki
kapabilitas dan kualitas yang mumpuni untuk hidup
dan memberikan manfaat kepada orang lain didunia ini.
Namun, perlu juga diperhatikan -walaupun sebenarnya pembaca mungkin juga
sudah paham-
bahwa buku-buku tidak akan pernah memberikan dampak apa-apa (manfaat) kepada
seseorang, jika buku-buku tersebut tidak dibaca, hanya
dijadikan sebagai hiasan rumah yang tersimpan dan tersusun rapi didalam rak-rak
yang berjejer. Demikian juga buku tidak akan memberikan manfaat jika buku hanya dibawa kemana-mana dengan menaruknya didalam
tas tanpa sedikitpun dibacanya. Buku dapat kita rasakan manfaatnya tentu saja ketika
seseorang membaca dan memahami apa yang
terkandung dari isi buku tersebut.
Mengapa harus membaca buku? Kenapa tidak lansung bersekolah yang rajin, dan menempuh pendidikan yang tinggi untuk memiliki ilmu
pengetahuan? Ya, begitulah pertanyaan atau kebingungan yang ada dalam benak
kita. Perlu diketahui bersekolah dan menempuh
pendidikan tinggi, juga merupakan sarana untuk membaca buku. Didalam sekolah ataupun perguruan-perguruan tinggi tentunya juga tidak
akan pernah lepas dari buku-buku yang dijadikan sebagai sumber ataupun rujukan pelajaran.
Banyak cara untuk bisa membaca buku, tergantung dari kesenangan
peribadi masing-masing, walaupun tidak didalam kelas, bisa di perpustakaan di
rumah dan bahkan disemua temapt yang kita inginkan. Ketika sudah terbiasa
dengan membaca buku, tentunya hal tersebut akan mempengaruhi terhadap tingkat
kecerdasan seseorang. Sebab, Tingkat inteleensi (kecerdasan) seseorang salah satunya adalah dipengaruhi oleh membaca, dan akan
menjadi sangat baik jika membaca kemudian dibarengi dengan mendenagar sendiri
secara langsung dari orang lain yang sedang menyampaikan, sseperti guru, dosen
dan yang lainnya.
Kita bisa lihat dalam semua agama ataupu kepercayaan yang
dianut oleh seseorang, pasti memiliki yang
namanya buku panduan (kitab kepercayaan mereka) yang dijadikan sebagai pegangan
hidup, seperti umat Kristen yang menjadikan
Injil sebagai kitab pedomannya, demikian juga dengan agama Islam yang
menjadikan kitab Al-qur'an sebagai sumber utama dan hadis Nabi Muhammad
sebagai suber kedua dalam melakukan segala aktivitas aspek kehidupan.
Oleh karena itu, membaca buku berarti telah berusaha
untuk menghilangkan ketidak tahuan, yang akhirnya berdampak terhadap kehidupan.
Karena buku memang tidak bisa dilepaskan dari semua aspek kehidupan.
Dalam ajaran Islam, wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muammad
SAW. kalimat pembukanya atau pada awalnya berisi kata tentang perintah membaca (iqra'). Wahyu pertama yang dimaksud adalah surat
Al-Alaq ayat 1-5, yang artinya "Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu. Yang telah menciptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah Yang Maha mulia. Yang
mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak
diketauinya (QS. Al-alaq 1-5).
Dari wahyu pertama tersebut, kita dapat mengambil hikmah,
bahwa perintah membaca disini bukanlah memilki arti yang sempit kalau kita
aplikasikan dalam kehidupan saat ini, melainkan membaca memiliki makna yang
begitu luas. Membaca ayat-ayat Allah yang berupa ayat qaulliah-Nya (Al-qur'an)
ataupun ayat-ayat kauniya-Nya yang terbentang diseluruh alam semesta ini dengan
melakukan penelitian dan sebagainya.
Sejak turun wahyu pertama tersebut, dakwah Islam oleh Nabi
Muamammad SAW. telah dimulai. Dan pada akhirnya
mampu menggeser kebiasan-kebiasaan buruk zaman jahiliyah yang ada di Makkah
pada waktu itu, berubah menjadi zaman
yang beradap dan berperilaku sesuai dengan syariat yang dibawa oleh Nabi Muammad SAW. Pertama kali dakwah Nabi dimulai dengan sembunyi-sembunyi, mulai
dari keluarga Nabi sampai kepada sahabat-sahabat dekat beliau. Dan setelah turun ayat berikutnaya (QS. A-Muddassir 1-7),
yang merupakan perintah untuk berdakwah secara jelas atau terang-terangan, barulah Nabi berdakwa secara terang-terangan.
Jadi, dengan ayat yang pertama
kali turun yang pertamanya berbunyi Iqra' (Bacalah), Nabi telah memulai
menata kehidupan umatnya yang ada di kota makkah dan seluruh umatnya pada umumnya. Walaupun banyak juga
kaumnya yang menentang dan tidak mempercayainya. Bahkan paman beliau sendiri
yang bernama Abu Lahab dan Abu Jahal tetap menjadi orang kafir yang selalu menghalang-halangi
da'wah Nabi. Lalu Nabi hijrah dan melanjutkan berda'wah ke kota Yastrib (Madinah), dikota tersebut dakwah
nabi mendapatkan sambutan luar biasa dari penduduknya.
Buku Dan Peradaban; Tidak Bisa Dipisahkan!
Kita pasti tahu dalam sejarah,
tentang zaman keemasan yang pernah dimiliki
oleh umat Islam terdahulu. Islam pernah
menjadi pusatnya berbagai ilmu pengetahuan, Negara
yang super power, segala bidang keilmuan semuanya ada. Seperti ilmu fikih dan ilmu usul fiqih, filsafat, ilmu fisika, kedokteran,
arsitektur dan yang lainnya semuanya lengkap, dan penemunya tentu saja juga
berasal dari ulama-ulama besar Islam. Sehingga tidak heran kalau misalkan Islam
menjadi rujukan dari negara-negara lain pada waktu itu. Demikian juga dengan
perkembangan Islam, Islam juga sudah mulai berkembang luas dan sudah melakuakan
ekspansi kebeberapa wilayah di benua afrika dan eropa. Utamanya pada masa Bani
Umayyah (41 h- 423 h/661 M-1031M) yang berpusat di Demaskus dan Cordova
(Spanyol).
Ekspansi yang dilakukan oleh Bani Umayyah telah membuat
Negara Islam menjadi Negara besar dan luas. Dari persatuan berbagai bangsa
dibawah naungan Islam lahirlah benih-benih kebudayaan dan peradaban Islam yang
baru. Meskipun demikian, Bani Umayyah lebih banyak memusatkan perhatiannya
kepada kebudayaan arab.
Pada masa ini banyak nama-nama ulama Islam yan muncul
sebagai orang yang ahli ilmu pengetahuan, seperti Hasan Al-Bashri, Ibnu Syihab
Az-Zuhri, dan Wasil bin Ata yang dikenal sebagai orang yang ahli dibidang ilmu
keagamaan, sejarah, dan filsafat. Sedangkan Khalid bin Yazid bin Mu'awiyah
adalah seorang orator dan penyair yang berpikiran tajam. Ia adalah orang
pertama yang menterjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran dan kimia
(Ensiklopedi Islam,1993;133).
Kejayaan Islam tidak hanya sampai disitu saja, sesudah Bani
Umayyah runtuh kemudian digantikan dan dilanjutkan oleh Bani Abbasiyah (132-656
h/ 750 M- 1250 M) yang berpusat di Baghdad, dan pemerintah saat itu lebih memperhatikan
lagi terhadap masalah ilmu pengetahuan. Pada era ini Islam telah benar-benar
berkembang dan mencapai zaman keemasannya.
Pada periode ini, mendirikan Madrasah Nizamiyah (1067 M)
dan Madrasah Hanafiyah di Baghdad, yang menjadi cikal bakal dari berdirinya
madrasah-madrasah yang lainnya. Dari madrasah ini telah lahir ulama cendikiawan
muslim dari berbagai disiplin ilmu, diantaranya adalah Az-Zamakhsyari penulis
dalam bidang tafsir dan usul Ad-din (teologi), Al-Qusyairi dalam bidang tafsir,
Al-Ghazali dalam bidang ilmu kalam dan tasawwuf, dan Umar Khayyam dalam bidan
perbintangan atau astronomi (Ensiklopedi Islam,1993;8). Dan juga masih banyak
lagi ulama-ulama cendikiawan muslim lainnya pada masa sebelum dan sesudanya,
yang merupakan pencetus dan penemu dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Pemaparan historis diatas dikemukakan disini bukan
dimaksudkan sebagai bahan bernustalgia atau menghibur diri bagi umat Islam yang
hingga saat ini masih menghadapi ketertinggalannya dibandingkan dengan kemajuan
yang dicapai oleh Eropa dan Barat, melainkan untuk dimunculkan suatu pertanyaan
mengapa umat Islam pada saat itu mengalami kemajuan, sedangkan sekarang berada
dalam kemunduran?.
Tentunya ada beberapa sebab yang melatar belakanginya.
Tapi yang jelas salah satu penyebab yang paling menonjol dan paling dominan
adalah karena perhatian mereka terhadap ilmu pengetahuan yang begitu besar. Dan
itu tidak lepas dari usaha-usaha yang dilakukan oleh penguasa dan ulama cendikiawan
muslim pada waktu itu, dengan cara memperbanyak mengarang dan menerbitkan
buku-buku yang akirnya menjadi khazanah ilmu pengetahuan pada waktu itu bahkan bermanfaat
sampai saat sekarang ini.
Sebut saja seperti Ibnu Sina (Avicenna) yang ahli
dalam bidang kedokteran, mengarang buku tentang kedokteran yang terkenal dengan
nama Al-qanun fi al-Thibb. Buku ini telah diterjemahkan kedalam bahasa
latin, berpuluh kali, dicetak dan tetap dipakai di Eropa sampai pertengahan
kedua dari abad kedua dari abad ke-17 M (Lih. Abudin Nata, Paradikma
Pendidikan Islam. 2001;266).
Disamping para pengarang buku tersebut, sumbangsih besar juga
diberika oleh para penerjemah, yaitu orang-orang yang menterjemahkan buku-buku,
walaupun bukan berasal dari orang Islam, seperti buku-buku dari Yunani dan yang
lainnya. Hal tersebut jelas sangat
menunjang terhadap kemajuan ilmu pengetahuan pada masa itu. Ini juga tidak
terlepas dari perhatian pemerintah yang begitu besar, dengan memberikan upah
atau imbalan kepada para penerjemah yang begitu besar. Yaitu dengan cara menghitung
seberapa berat buku yang telah ia terjemahkan. Jika berat buku yang diterjemahkan
tersebut satu kilo gram maka upahnya juga dengan satu kilo gram mas, sehingga hal
ini memebuat para penerjemah semakin giat dalam menerjemahkan buku-buku asing.
Selanjutnya, setelah peradaban gemilang umat Islam tersebut
mulai punah dan hilang ditelan oleh sejarah karena dirampas oleh orang-orang
kafir, giliran bangsa baratlah yang mulai unjuk gigi dan mulai mencuat
kepermukaan dengan berbagai disiplin ilmu pengetauan yang mereka miliki,
seperti yang kita lihat saat ini. Tapi, menurut sejarah ternyata hal itu juga
tidak lepas dari sumbangsih umat Islam dahulu, walaupun mereka (barat) tidak sepenuhnya
mengakui.
Orang-orang barat menjadi maju setelah mereka merampas
semua buku-buku yang dimilki oleh umat Islam saat terjadi peperangan dan umat Islam
dipukul mundur hingga mengalami kekalahan. Semua kebudayaan-kebudayaan yang
berbau Islam juga tidak luput dari serangan mereka, sehingga peradaban Islam
pada waktu itu benar-benar dibumi hanguskan dan musnah. Sedangkan buku-buku yang
penting dan berguna bagi mereka dibawa dan diterjemahkan kedalam bahasa mereka
sendiri, sehingga mereka benar-benar mencapai kemajuan peradaban yang begitu besar
dan menggeser dari peradaban yang dimiliki Islam ke tangan kristen di barat.
Jadi, setelah kita cermati kemajuan yang dicapai baik oleh
Islam ataupun oleh barat, kalau kita telaah lebih lanjut, hal itu tidak lepas
dari perhatian pemerintah dan masyarakat teradap ilmu pengetahuan yang begitu
besar, dengan cara menulis buku-buku atau menerjemahkan buku-buku. Karena
buku merupakan tonggak awal untuk menciptakan sebuah peradaban yang gemilang. Dan
jelaslah sudah bahwa dengan buku akan mampu membuka
dunia bahkan akan menciptakan peradaban yang begitu gemilang.Dan tidak menutup
kemunkinan suatu saat Islam akan meraih kembali zaman keemasan yang pernah di raih
dahulu, jika usaha dan perhatian uamat Islam saat ini pada ilmu pengetahuan sama
seperti uamat Islam dahulu.