Selasa, 11 Oktober 2011

MENGGAPAI HAJI MABRUR


MENGGAPAI HAJI MABRUR
Oleh: Moh. Dasuki SN*

Sebagaimana telah kita ketahui, ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima, setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa. Karena ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam, maka bagi setiap orang muslim wajib melaksanakannya sebagaimana rukun-rukun Islam yang lain. Tapi, dalam pelaksanaan ibadah haji, tidak sembarang orang bisa melakukannya, sebab ibadah haji itu tidak bisa dilakukan disembarang waktu dan tempat seperti ibadah-ibadah yang lain.
Ibadah haji itu harus dilakukan di tanah suci Makkah dan Madinah. Dan kita, orang Indonesia untuk kesana (Makkah) harus mengeluarkan biaya (ONH) yang lumayan besar, karena jarak tempuh yang sangat jauh sekali, dan tentunya kesehatan juga sangat diperlukan, baik dalam masa menempuh perjalanan dan ketika berada atau sampai disana agar pelaksanaan haji sesuai dengan yang disyariatkan oleh agama. Olehkarena itu, salah satu syarat mutlak bagi orang yang mau melakukan ibadah haji ialah harus orang yang mampu dari segala aspek, baik dari aspek finansial (Biaya dan ongkosnya) dan juga dari aspek kesehatan (jasmani dan rohani).
Mengenai hal diatas (wajibnya haji bagi yang mampu) Allah SWT berfirman dalam surat Ali ‘Imran ayat 97, yang artinya “ Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (diantaranya) maqam Ibrahim; barang siapa yang memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (Bagi) orang-orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah,……..”. Kandungan dari ayat ini sudah jelas, bahwa yang dikenai kewajiban melakukan ibadah haji adalah orang yang mampu saja, terutama mampu dalam segi finansialnya. Jadi kurang benar apabila ada orang yang naik haji tapi biaya dan ongkosnya itu masih dari hasil pinjaman kepada orang lain, dan ketika datang masih banyak menyisakan hutang. Dan lebih tidak benar lagi (berdosa) bagi mereka yang telah mampu untuk melakukan ibadah haji tetapi tidak menunaikannya.
Bagi orang yang beriman menunaikan ibadah haji tentunya merupakan dambaan yang sangat diinginkan. Karena, demi untuk menyempurnakan rukun Islam. Ibadah haji merupakan ibadah yang memang betul-betul membutuhkan perjuangan dan pengorbanan, mulai dari bekerja untuk mengumpulkan ongkos jalan untuk berangkat, dan ketika sudah berangkat harus meninggalkan keluarganya tercinta dirumah. Ditambah lagi ketika melakukan kewajiban haji ditanah suci, banyak sekali proses yang harus dijalani, mulai daru thawaf, melempar jumrah yang berdesak-desakan dengan jamaah yang lain, berwukuf di arafah, sai’ie dan ibadah haji yang lain yang tentunya membutuhkan pengorbanan dan usaha yang keras untuk melaksanakannya.
Dalam agama Islam,  keberhasilan atau gelar yang disandang dari orang yang berangkat naik haji itu ada dua macam, pertama adalah haji mabrur, mabrur arti secara etimologi didalam kamus al-munawwir adalah diterima (pahalanya). Jadi, haji mabrur adalah haji yang diterima oleh Allah SWT. Tentunya predikat ini dapat diperoleh ketika tepat dalam melakukan rukun, syarat, serta kewajiban dan larangan didalam melakukan ibadah haji. Dan semua orang yang naik haji pasti akan mengharapkan terhadap predikat mabrur, karena hal ini merupakan predikat yang paling baik dan balasan bagi orang yang mendapat haji mabrur adalah surga. Sebagaimana sabda Rasul, yang artinya “ Tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga”.
Kedua, adalah haji mardud, ini merupaka lawan dari pada mabrur, mardud mempunyai arti tertolak, berarti haji mardud adalah haji yang tertolak, atau amalnya tidak diterima oleh Allah SWT. Pekerjaan yang dilakukannya hanya sia-sia belaka dan tidak memiliki nilai yang baik disisi Allah SWT. Hal ini tentu saja dikarenakan ada salah satu rukun, syarat, serta kewajiban dan larangan yang belum terpenuhi didalam melakukan ibadah haji. Dan predikat ini tentunya semua orang yang melaksanakan haji sangat tidak mengharapkan dirinya menyendang predikat sebagai haji mardud. Karena pengorbanannya tidak mendapatkan balasan apa-apa (sia-sia).
Oleh karena itu, melihat dari pembagian predikat haji diatas, kita semua tentunya berharap agar pada musim haji saat ini, semua yang melakukan ibadah haji menjadi haji mabrur atau haji yang diterima oleh Allah SWT. dan dapat mengaplikasikan ke haji-annya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Wallahu A’lam!

*Penulis adalah mahasiswa STIT Aqidah Usymuni Terate Pandian Sumenep, Saat ini sedang mengabdi di LPM Esensi STITA.