MENDIDIK DENGAN HATI
Oleh : Moh. Dasuki SN
Salah satu komponen yang harus ada dalam dunia pendidikan adalah peran aktif daari seorang pendidik atau yang sering
disebut dengan guru. Karena guru atau pendidik merupakan pelaku utama dari
dunia pendidikan dan orang yang selalu berinteraksi langsung dg objek
Pendidikan. Tanpa kehadiran guru, maka sepertinya akan sulit pendidikan
dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Tugas seorang guru tidaklah mudah, ada beban moril yang diemban oleh guru. Mengajar
mungkin banyak yang bisa, tapi kalau mendidik tidak semuanya bisa. Sebab mendidik
adalah
bagaimana guru mampu membentuk sikap dan mental siswa agar bisa menjadi baik
dan mampu mengamalkan pelajaran yang telah dipelajarinya dalam keidupan sehari-hari, seingga
tujuan dari pendidikan itu dapat tercapai. Beda halnya dengan mengajar
kalau mengajar hanya mentrasfer ilmu semata tanpa harus memperdulikan
tingkah
laku dan pengamalan dari peserta didik itu sendiri atau lebi bersifat sebaai knowledge
(pengetahuan)
semata. Jadi, seorang guru itu harus bisa mengajar dan mendidik, dalam artian,
disamping dapat menjadikan siswa itu memiliki pengetahuan yang
mumpuni, juga baik dalam keidupan sehari-harinya (mengamalkannya).
Menjadi sorang pendidik (guru) tidak serta merta langsung jadi, sebab harus banyak keahlian dan
keterampilan yang harus dimilki, mulai dari pengetahuan, mental,
sikap dan perilaku yang baik serta tata cara mengajar. Yang kesemuanya tersebut
biasanya dapat diperoleh pada jenjang pendidikan tinggi (kuliah), pelatihan-pelatihan dan pengalaman
langsung. Sebab, cara dan seni mengajar seorang guru akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kesenangan dan keaktifan siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran dikelas.
sering kita dengar dari para siswa bahwa guru si A itu
orangnya begini, guru si B itu seperti itu, dan ocehan-ocehan lainnya
tentang guru mereka. Penilainan tersebut muncul dari siswa tentunya disebabkan
karena sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh seorang guru
dalam peroses belajar mengajar berlangsung. Oleh karena itu, seorang
guru tidak harus menutup diri untuk meyerap informasi (keluhan) dari para
muridnya, melainkan dia harus selalu menyerapnya dan melakukan evaluasi
dimana kira-kira letak kekurangan dan kesalahan yang selama
ini telah
dilakukan, sehingga membuat siswanya mempunyai penilaian demikian teradap dirinya.
Bukan malah marah dan menghukum siswa tersebut secara membabi buta.
Akhir-akhir ini, Masih saja banyak kasus yang terjadi, yang sering diberitakan di
koran-koran dan televisi tentang siswa ataupun orang tuanya yang melaporkan gurunya
ke polisi, karena gurunya dinilai telah melakukan
tindak kekerasan (menganiaya) siswanya. Walaupun sebenarnya kita tidak bisa hanya menyalahkan gurunya
semata, tentunya kita lihat juga bagaimana siswanya. Dahulu mungkin para
siswa tidak memiliki keberanian untuk melakukan hal demikian
(melaporkan guru ke polisi), atau mungkin juga bisa karena siswa dahulu sangat ta'dhim dan tawadhu' kepada gurunya sehinga tidak sampai
"berani' melawannya apalagi sampai melaporkannya ke polisi.
Memang, ketika siswa tersebut ada di sekolah maka para
gurulah
yang menjadi orang tua mereka. Tapi, bukan berarti seorang guru dibenarkan
melakukan hal yang sewenang-wenang dalam artian melakukan tindak kekerasan kepada
peserta didiknya tersebut. Kekerasan bukan satu-satunya jalan agar bisa menjadikan siswa menjadi pintar, mahir, rajin dan
berprestasi. Pasti ada cara lain yang lebih baik dan
efektif untuk bisa mengarahkan murid teradap hal tersebut.
Seorang guru melakukan kekerasan sangat tidak dibenarkan sekali, karena
hal
tersebut sangat bertentangan dengan kode etik guru. Sebagaimana disebutkan
dalam kode etik guru pada pasal 6 poin 1 tentang Hubungan guru dengan
peserta didik, salah satunya dikatakan bahwa : "Guru menjalin
hubungan
dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri
dari tindak kekerasan fisik yang diluar batas kaidah
pendidikan". Dilanjutkan dengan berikutnya ; "Guru menjunjung tinggi harga diri,
integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya" (Musaheri, ke-PGRI-an. Hal; 272-273). Dari hal tersebut sudah jelas, bahwa kekerasan yang
dilakukan oleh seorang guru itu tidak dibenarkan, dan jika melakukannya berarti dia
telah
melanggar kode etik guru.
Oleh karena itu, kepada para pendidik, mari mendidik dengan kepala dingin
dan dengan hati yang lapang (sabar). Kalaupun misalnya ada permasalahan muncul
didalam kelas akibat dari perilaku siswanya, selesaikan dengan jalan selain
tindakan kekerasan. Kalau para siswa sudah memiliki
pengetauan yan banyak mungkin mereka tidak akan melakukan hal-hal yang membuat hati seorang guru
menjadi tidak enak, berarti disinilah tugas
seorang guru untuk bisa juga membuat mereka menjadi berprestasi dan bisa menghargai orang lain.
Mari kita mendidik dengan hati bukan dengan nafsu dan otot.