JANGAN IKUT-IKUTAN MERAYAKAN VALENTINE
Oleh
: Moh. Dasuki SN
Sudah menjadi hal lumrah yang terjadi pada masyarakat Indonesia,
khususnya para pemuda, setiap tanggal 14 Pebruari mereka selalu merayakannya, disebut
dengan hari Valentin. Walaupun sebenarnya
kebanyakan dari mereka tidak tahu tentang latar belakang atau histori hari
valentin itu sendiri. Pada tanggal tersebut orang-orang menjadi sibuk membeli
kenang-kenangan ataupun kado yang akan diberikan kepada kekasih mereka, katanya
sebagai lambang bahwa dia sangat menyayanginya. Demikian juga pada media-media,
baik surat kabar ataupun elektronik biasanya juga ikut mengucapkan selamat hari
Valentin, bahkan ada toko ataupun supermarket yang memberikan diskon khusus
pada saat perayaan hari Valentin tersebut.
Tapi, tahukah anda apa itu
hari hari Valentin? Dan dari mana asal sejarahnya? Memang banyak versi
berbeda-beda yang mengatakan tentang asal mula ditetapkannya tanggal 14 Pebruari
menjadi hari Valentin, tapi yang jelas budaya tersebut tidaklah berasal dari
budaya orang Islam, melainkan berasal dari budaya barat yang notabene adalah
orang non Muslim. Sebab, dalam Islam untuk berkasih sayang sesama umat Islam itu
tidak mengenal waktu dan tanggal tertentu, umat Islam dianjurkan untuk saling
sayang menyayangi dan saling kasih mengasihi disetiap waktu. Barang siapa
yang tidak mengasihi (sesama) maka dia tidak akan dikasihi (Allah), begitulah
sabda Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya.
Penulis sedikit akan memberikan
ringkasan histori tentang asal mula hari Valentin ini. Menurut O. Sholihin dalam
bukunya ”Jangan Jadi Bebek”, mengatakan latar belakang pada hari tersebut
diberi nama hari Valentin karena pada hari itu ST. Valentine dihukum pancung oleh
penguasa Roma. Karena ia menjadikan istri (mempersunting) seorang yang berasal
dari bangsa Romawi dan memasukkannya pada agama Keristen. Peristiwa ini
kira-kira terjadi sekitar tahun 273 M. Dalam perkembangannya, peristiwa
tersebut dikaitkan dengan gebyar Valentine’s day.
Pada awalnya Valentin bukanlah
pada tanggal 14 Pebruari, sebab, orang-orang Romawi merayakan hari besar mereka
bertepatan pada tanggal 15 Pebruari yang diberi nama LUPERCALIA, yaitu sebagai
penghormatan kepada Junu (tuhan wanita dan perkawinan) dan Pan (Tuhan dari alam
ini), bentuk acaranya adalah laki-laki dan wanita berkumpul disuatu tempat lalu
saling memilih keduanya lewat kado yang telah dikumpulkan dan diberi tanda
sebelumnya, kalau misalkan kado milik si A yang di amabil maka si A menjadi
pasangannya.
Seiring dengan perjalanan
waktu, pihak gereja (waktu itu agama Kristen telah menyebar di Romawi)
memindahkan upacara penghormatan itu pada tanggal 14 Pebruari dan tujuannya
juga dibelokkan bukan lagi penghormatan, tapi memperingati tewasnya pendeta
keristen yang dihukum pancung tadi. Nama acaranya juga berubah bukan lagi
Lupercalia tapi ”Saint Valentine”.
Nah, dari kronologis diatas
kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya perayaan hari Valentine adalah tidak
berasal dari Islam, melainkan penghormatan terhadap para dewa di romawi.
Lantas, masihkah kita ikut latah untuk mengikutinya/merayakannya? Itu terserah
pemabaca sekalian, jika dengan acara tersebut dapat membawa maslahat (kebaikan)
bagi kita, berarti tidak apa-apa asalkan niatnya bukan untuk merayakan dan
mengikuti budaya barat yang mereka anut sebagimana dalam kronolis diatas. Dan
diganti dengan acara-acara yang berbau Islami dan bermanfaat kepada orang lain.
Kalau pada waktu itu (perayaan
valentin) hanya dijadkan sebagai acara hura-hura, mabuk-mabukan dan kumpul kebo
(zina), misalnya, maka jelas acara ini harus ditentang dan ditinggalkan
jauh-jauh oleh pemuda Muslim khususnya. Dan kebanyakan memang seperti inilah realita
yang terjadi dan sering dilakukan oleh pemuda sekarang. Kalau begitu berarti
bisa jadi valentin adalah sebagian sarana alat penjajahan barat, paling tidak
dari sisi budaya dan gaya hidup agar kita mengikuti mereka. Oleh karena itu, Semoga
kita tidak latah ikut-ikutan budaya barat yang tidak ada manfaatnya sama sekali
dan kita mampu menfilternya.