Minggu, 21 Oktober 2012

Dilema Cinta, Bsmillah ku Pilih Kamu


Dilema Cinta
(Bismillah, ku pilih Kamu)

Sudah lima tahun, kehidupan di pondok ku jalani. Banyak kenangan-kenangan indah dan pahit telah ku rasakan. Lima tahun bukanlah waktu yang sedikit, kini aku telah bisa dikatan sebagai santri senior. Namu, seandainya mau diukur dari sisi pengetahuan, kepandaianku tidaklah jauh beda dengan santri yunior. Aku selalu merasa masih terlalu bodoh untuk dikatan sebagai santri senior. Aku sering berpikir, apa yang telah aku dapatkan selama berada di pesantren ini?. Menyandang predikat santri seniorlah yang membuatku sadar, bahwa aku harus bisa mendidik, membina dan memberikan contoh yang baik pada santri junior. Oleh sebab itu, aku selalu berusaha untuk bisa dikatakan pantas sebagai santri senior, dan bisa melakukan tugas-tugas sebagai santri senior.
Sementra dari rumah, aku sering diberi kabar oleh teman-teman, bahwa teman sekelasku waktu di Madrasah Ibtidaiyah (MI) sudah banyak yang bertunangan, bahkan ada yang sudah menikah. Sehingga sering kali tetangga dan teman-temanku menanyakan, "Dadang, kamu kapan akan bertunangan?" "Tinggal kamu yang masih belum" kata mereka. Maklum didesa, sepertinya  bertunangan sudah menjadi tradisi yang sangat kental dengan kehidupan masyarakat, dan biasanya ada kebanggaan tersenidiri ketika putra atu putrinya telah bertunangan.
Aku tidak mau ambil pusing dengan pertanyaan-pertanyaan mereka, yang terpenting sekarang aku harus fokus pada sekolah. Kasihan orang tua dirumah yang telah membiayaiku mulai dari biaya pondok dan biaya sekolah. Soal jodoh belakangan, sebab jodoh sudah ada ditangan tuhan. Begitu gumamku suatu ketika.
Bukannya aku apatis dan apriori terhadap masalah perasaan cinta. Sebab, rasa cinta itu sudah pasti ada pada diri setiap insan yang normal, termasuk pada diriku. Tapi untuk saat itu aku menahannya sebisa mungkin supaya aku tidak hanya disibukkan dengan urusan cinta yang dapat mengangu pada konsentrasi belajarku di pondok.
Namun, entah mengapa, seberapa besar kekuatanku untuk menekan rasa cinta, maka sebesar itu pulalah rasa cinta tumbuh bersemi didalam hatikuku. Semoga saja perasaan ini tidak mengganggu terhadap konsentrasi belajarku dipondok, pikirku kala sudah dilanda perasaan cinta. Perasaan itu muncul saat aku sering berkomonikasi lewat HP dengan dua orang teman cewekku, mereka berdua adalah teman lama waktu masih sekolah di MI, yang satu teman sekelas sebut saja Zahrah dan yang kedua adik kelasku namanya Malisa.
Dahulu waktu aku masih sekolah di MI, keduanya merupakan teman dekatku, teman belajar bersama dan juga teman bermain bersama layaknya usia anak-anak. Mungkin karena aku sering bersama Zahrah dan Malisa, maka dalam hatiku ada perasaan senang pada mereka berdua. Pada waktu itu, Seperti halnya anak-anak pedesaan yang masih bau kencur, aku masih buta soal cinta, tidak mengerti apa itu cinta yang ada hanya rasa senang pada Zahrah dan Malisa. Tapi, kalau aku pikir-pikir sekarang, aku baru sadar, mungkin itu yang dinamakan cinta. Hingga akhirnya aku lulus dari MI dan melanjutkan pendidikan ke pesantren, aku tidak pernah mengutarakan rasa "senangku" pada mereka berdua. Namun, aku yakin dia juga mempunyai perasaan yang sama seperti aku. Setelah dua tahun, aku mendengar kabar kalau Zahrah dan Malisa mondok berkumpul di satu pondok, tapi bukan di pondok yang sama denganku.
Hingga kini, aku telah duduk di bangku sekolah MA (setingkat SMA), yang sudah agak mengerti apa itu perasaan cinta. Namun, masih belum juga mengutarakan kata-kata cinta baik dari aku ataupun dari dua orang temanku itu. Walaupun sebenarnya kami sering berkomonikasi lewat HP. Apa yang kami bicarakan mengalir saja bagaikan air, tanpa menyinggung perasaan apa-apa.
Menurutku, Zahrah dan Malisa adalah dua sosok wanita yang sangat istimewa. Selain dia memilki paras yang menawan, cantik, memiliki sifat baik dan juga pintar. Tidak heran kalau dia selalu mendapatkan rangking di kelasnya. Bahkan Zahrah pernah didaulat untuk menjadi ketua OSIS di sekolahnya.
Perasaan ingin bertemu dalam diriku sudah pasti ada. Tapi, situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk tidak bertemu. Disamping kami sama-sama berada dalam pesantren, yang penuh dengan aturan, juga jarak antara pesantren saya dengan pesantren Zahrah dan Malisa sangat jauh. Saling telepon-teleponan menjadi sarana yang efektif bagi kami untuk selalu bertukar kabar dan mengobrol. Seakan-akan aku mempunyai istri dua, yang mengharuskan untuk berbuat adil, dengan membagi waktu antara mereka dalam menelepon. Lucu kayaknya kalau difikir-fikir…!
Waktu terus beralu, makin lama aku sering menelepon dengan mereka. Maka, aku semakin yakin bawa memang perasaan cinta dan kasih sayang telah tumbuh dalam hatiku. Tapi aku bingung, pada siapakah aku akan mengungkapkan perasaan ini? Pada siapakah aku harus menambatkan hati ini? Apa pada Zahrah atau Malisa aku akan melabuhkan bahtera cintaku ini? Entahlah, makin lama aku makin kebingungan dan semakin mengusik ketenangan jiwaku.
Sebab, Zahrah dan Malisa sama-sama istimewa bagiku. Pada akhirnya aku terjebak pada dilema yang membingungkan. Aku bagaikan musafir yang kehilangan arah, tidak tahu harus kemana akan melangkah, apakah pada Zahrah atau pada Malisa. Sedangkan mereka berdua tetap saja dingin seperti biasa.
Hingga suatu waktu, aku mendengar kabar, kalau Malisa telah bertunangan dengan orang lain. Mendenar kabar itu, aku merasa gelisah yang luar biasa, apalagi aku baru tahu meurut kabar dari teman dekatnya, sebenarnya Malisa itu sangat cinta dan sayang padaku, dia juga sangat mengharapkan diriku, tapi karena diriku tidak pernah menyinggung soal cinta, Malisa beranggapan bahwa aku tidak mencintai dia, atau mungkin aku telah punyak orang lain. Akhirnya ketika ada orang yang melamar dia pada orang tuanya dia langsung menyetujui. Maka terjadilah pertunangan.
Remuk redam rasa dalam hatiku, perasaan kesal, galau dan terpukul menjadi satu. Tapi, aku pikir kenapa harus begitu? Kan salah aku bukan salah dia, yang tidak pernah memberikan kepastian soal cinta pada dia. Wanita memang butuh kepastian, bukan cinta semu. Ditengah-tengah perasaanku yang lagi kacau tak menentu itu, tiba-tiba HPku bergetar, setelah aku lihat ternyata Malisa menelepo, tanpa piker panjang langsung aku angkat dan kami ngobrol seperti biasa walaupun dengan perasaan yang berbeda.
"Oya, kata teman-teman kamu sudah bertunangan lisa?" aku bertanya pura-pura tidak tahu.
"Kata Siapa? itu bohong Dadang!" jawabnya, dengan bergurau.
"Tidak usah mungkir lagi, semua orang sudah tau kok!".
"Kalau iya, kenapa dang?"
"Ya, tidak apa-apa, aku cuma mau mengucapkan selamat saja". jawabku dengan nada blepotan karena perasaan lagi tak menentu.. Lama tidak ada jawaban dari Malisa, entah apa yang dia pikirkan. Tiba-tiba……
"Ya, Sudah dulu Dang, aku ada kegiatan pondok ne!". kata Malisa dan langsung mnenutup telponnya dengan tergesa-gesa, tanpa menungu jawaban lagi dariku.
Akupun tidak mau merusak pertunangan dia. Makanya aku sudah jarang menelepon dia. Kami hanya menelepon ketika ada hal-hal penting saja.
Sementara dilain waktu Zahrah masih terus saja menelepon denganku seperti biasa, bahkan dia juga bercerita kalau Malisa sudah bertunangan.
"Dang, kamu tahu gak kalu Malisa sudah bertunangan"? kata Zahrah padaku
"Tahu, memannya kenapa?"
"Aduh kasihan, sudah di ambil orang ya!" candanya masih selalu ada.
"Memangnya Malisa apanya aku?, biarkan dia mau tunangan, mau kawin kek. Gak ngurus!" jawabku meyakinkan.
"Kamu kapan akan bertunangan juga dang?" Zahrah bertanya padaku.
"Secepatnya!"
"Oh, sudah ada calon, Siapa?"
"Mau Tahu?".
"Ia, Siapa kenalin dong sama aku!"
"Beneran nie mau tahu"
"Iya,!"
"Kalau KAMU bagaimana?!" jawabku singkat dengan nada bercanda juga.
Mendengar jawabanku, Zahrah malah tertawa dan ngeledek aku, karena dia tahu kalau aku itu hanya bercanda dan tidak serius, seperti halnya ktika kami ngobrol yang selalu dibarengi dengan canda. Walaupun sebenarnya aku memang sengaja memancing bagaimana reaksi dari dia.
Semakin lama maka aku semakin yakin bahwa Zahrahlah yang terbaik buatku. Ketika ada liburan pondok aku dan Zahrah sering bertemu walau Cuma mengobrol sebentar. Tidak mau kegagalan dua kali, suatu ketika aku dengan serius mengunkapkan perasaan cinta pada dia, dalam artian aku menembak Zahrah, walaupun lewat HP. Zahrah tidak langsung memberikan jawaban, dia memberikan waktu padaku dua hari untuk berpikir. Akupun menerimanya, bahkan aku juga menyuruh dia kalau perlu silahkan shalat Istikharah dulu.
Setelah sampai pada waktu yang ditentukan, Zahrah menelepon ku. Perasaan cemas dan penasaran pada jawaban Zahrah telah menyelimuti hatiku. Setelah lama berbincang-bincang akhirnya dengan agak malu dia mengatakan "Entah jawabanku ini akan membuat kamu merasa bahagia atau tidak, aku tidak tahu. Tapi, yang jelas aku menerima cinta mu setulus hati". Mendengar jawaban seperti itu hatiku berbunga-bunga, tidak bisa digambarkan bagaimana bahagianya perasaanku. Dan dia juga bercerita kalau sebenarnya dia memang sudah dari dulu yang punya perasaan cinta padaku, Cuma karena dia seorang cewek, dia malu untuk mengutarakan duluan padaku.
Setelah aku sudah resmi jadian dengan Zahrah, hanya selang beberapa bulan, dengan perasaan yakin dan tekat yang bulat, hatiku berkata "BIsmilla, Aku pilih kamu teman kelasku bukan dia adik kelasku". Maka aku langsung memberitahukan pada orang tuaku untuk melamar dia. Syukur orang tuaku langsung menyetujui, lamaranpun dilangsungkan, dan berjalan dengan lancar. Hingga saat ini, aku dan Zahrah telah resmi bertunangan. Semoga kami sampai pada jenjang pelaminan dan menjadi keluarga yang sakinah mawaddah dan warahmah. Amein…!!! 


Oretan di Pojok KamarQ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong isi dulu yang lengkap ya, karena anda sangat berarti bagi kami